Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Usia Bukan Satu-satunya Patokan, Ini Tanda Anak Siap Masuk SD

KOMPAS.com - Dosen Psikologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS), Afia Fitriana mengatakan bila dilihat dari sudut pandang psikologi, ukuran kapan anak seharusnya masuk Sekolah Dasar (SD) bukan terletak pada kriteria usia.

Lebih penting dari itu, Afia mengatakan kesiapan anak masuk SD berkaitan dengan kesiapan individu menghadapi aktivitas-aktivitas pembelajaran di sekolah meliputi aspek perkembangan fisik, mental, sosial, dan emosional.

Ia menjelaskan beberapa aspek perkembangan umum yang perlu diperhatikan orangtua sebagai petunjuk apakah seorang anak sudah siap sekolah atau belum.

Aspek-aspek tersebut meliputi development of learning, development of movement, development of speech, development of self, dan development of hand control.

Development of learning, lanjut dia, ialah perkembangan dalam hal pembelajaran atau belajar yang berfokus pada keterampilan belajar anak.

Salah satu keterampilan yang cukup penting adalah regulasi diri dalam belajar. Hal ini salah satunya dapat dilihat saat anak belajar di PAUD atau TK.

“Contoh di sekolah, lagi asyik main perosotan, tetapi sudah waktunya masuk kelas. Kalau semangat bermainnya sedang tinggi sulit untuk diredam. Setelah bermain dengan aktif, ketika masuk kelas, anak harus duduk dan mengikuti kelas. Ketika bisa mengubah setting aktif, lebih ke pasif ketika di kelas, berarti siap,” jelas Afia seperti dirangkum dari laman UNS, Jumat (9/7/2021).

Kemudian, development of movement berkaitan dengan fisik. Anak sudah siap memasuki sekolah dasar jika memiliki keseimbangan pergerakan lengan, lompat, dapat mengontrol pergerakan fisik saat lari.

Development of speech berkaitan dengan bahasa reseptif dan ekspresif yang sudah jalan. Afia mencontohkan, bahasa reseptif ini dapat berupa pemahaman anak saat diminta melakukan sesuatu. Sementara bahasa ekspresif ialah respons anak saat diberi perintah tersebut.

“Misal kita meminta ambil buku dan bawa ke sini, dia paham. Apa yang dilakukan dan apa yang diambil. Tapi dia tidak menjawab secara lisan (sebagai respons) berarti ada hambatan di persoalan ekspresifnya. Kadang merespons dengan suara sangat pelan atau masih malu. Ekspresif tapi sangat kecil,” imbuh Afia.

Sementara itu, develompment of self ini berupa kepercayaan diri anak, manajemen diri, dan sebagainya. Lalu terakhir, development of hand control yakni hands-on activities, motorik.

Berdasarkan beberapa aspek pekembangan umum tersebut, ada tiga kualitas utama yang dibutuhkan anak sehingga siap sekolah. Kualitas ini meliputi kualitas intelektual, motivasional, dan motivasional.

1. Intelektual

Intelektual berhubungan dengan dengan kesiapan anak belajar baca, tulis, dan hitung. Bukan berarti harus bisa terlebih dulu, melainkan memiliki keterampilan untuk mulai belajar.

Untuk menulis, misalkan anak sudah membuat coretan terarah, membuat lingkaran, mewarnai tanpa keluar garis. Lalu Mengenal bentuk-bentuk huruf, memahami konsep arah, atas bawah, kiri kanan.

“Kita juga dapat menstimulus sekaligus mengajar life skill. Pakai sepatu dari kaki kanan dulu sekaligus pengenalan persiapan untuk belajar membaca, membaca dimulai dari tulisan kiri. Lalu menghitung, mengenal banyak sedikit, lebih besar lebih sedikit,” jelas Afia.

Satu hal yang perlu dicatat, pembelajaran untuk anak usia prasekolah sebaiknya bersifat konkret atau dilakukan dengan bahan-bahan yang dapat disentuh dan dimanipulasi. Sebab, anak prasekolah adalah seorang pembelajar multisensorial.

Di sisi lain, untuk pembelajaran daring yang tengah berlangsung saat ini, Afia menyarankan perlunya sekolah untuk menyediakan materi belajar lengkap yang sifatnya “hands on”.

Materi ini dapat digunakan siswa di rumah dan membantu tugas orang tua yang harus mempersiapkan anak untuk belajar daring.

2. Motivasional

Motivasional merupakan sebuah semangat untuk belajar mandiri dan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu. Stimulasi belajar hal baru oleh orang tua maupun guru akan menumbuhkan rasa ingin tahu pada diri anak.

Bersekolah di PAUD, tutur Afia, dapat menjadi alternatif stimulus. PAUD dapat memberikan pengalaman belajar dengan teman sebaya yang dapat membangkitkan minat bersekolah.

Selain itu, minat juga dapat ditimbulkan dengan pengenalan terhadap sekolah secara fisik. Misalkan, anak diajak melihat lingkungan sekolah.

3. Sosio-emosional

Yaitu keterampilan sosial anak dengan orang lain, kesiapan emosi, dan terkait kontrol diri anak menghadapi situasi yang dihadapi. Contoh anak yang siap secara sosio-emosional adalah kemauan untuk bergabung dan bermain dengan teman-teman sebayanya.

“Lalu ketika mengekspresikan emosi (red: marah atau menangis misalnya), ditenangkan teman sebayanya atau guru bisa mereda. Berarti dia sudah bisa mengontrol emosi,” kata Afia.

Stimulasi sosio-emosional dapat dilakukan dengan membangun hubungan anak dengan orang dewasa yang erat dan hangat. Hal ini dapat dimulai dari hubungan anak-orang tua dan berkembang pada anak-guru.

Kemudian, bermain. Bermain adalah dunia anak yang dapat menjadi sarana mengembangkan aspek sosial dan emosional.

Studi menunjukkan, sociodrama play merupakan tipe permainan yang paling efektif dalam mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk kesiapan sekolah.

“Dari ketiga tersebut yang paling menjadi tantangan adalah motivasional dan sosio-emosional. Persiapkan intelektual lebih mudah karena dapat dilakukan dengan latihan dan remedial. Jika anak sudah tidak termotivasi untuk belajar sulit bekerja sama, mood/suasana hati berubah-ubah makan sulit dikembangan secara kognitif,” terang Afia.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/07/10/094237671/usia-bukan-satu-satunya-patokan-ini-tanda-anak-siap-masuk-sd

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke