Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pakar Unair: Sinetron Zahra Sadarkan Masyarakat Bahaya Pernikahan Dini

KOMPAS.com - Baru-baru ini, salah satu sinetron berjudul Suara Hati Istri: Zahra tengah menjadi sorotan publik.

Masyarakat menganggap sinetron Zahra secara tidak langsung melanggengkan budaya pernikahan dini dan mempertunjukkan aksi pedofilia.

Karenanya, sinetron yang tayang di Indosiar itu menceritakan poligami tiga istri dengan istri ketiganya bernama Zahra berusia remaja.

Usia aktris pemeran Zahra yang baru menginjak 15 tahun itu juga menjadi salah satu akar ramainya kritik terhadap sinetron tersebut.

Banyaknya kritikan yang menerpa sinetron Zahra membuat Pakar Gender dan Kajian Budaya Unair Diah Ariani Arimbi angkat bicara.

Dia menilai sinetron Zahra secara tersirat berhasil memancing kesadaran masyarakat, bahwa permasalahan pernikahan dini memang masih ada dan terjadi di Indonesia.

"Di dalam cerita itu, masyarakat perlu lihat bagaimana representasi perkawinan anak, sebelum anggaap sinetron Zahra telah mempromosikan pernikahan dini," jelas dia melansir laman Unair, Selasa (8/6/2021).

Menurut dia, apabila sang tokoh mengalami sedih, depresi, atau tertekan terhadap pernikahannya, maka konsep perkawinan anak direpresentasikan secara negatif dan mengandung pesan, agar penonton tidak meniru pernikahan dini.

"Karena itu sifatnya bisa merugikan dan mengacaukan masa depan anak," tegas dia.

Sementara itu, apabila sang tokoh justru merasa bahagia maka cerita itu merepresentasikan citra positif.

"Namun harus diingat juga kalau perkawinan anak selain menyalahi UU perkawinan untuk batas usia, juga bisa menunjukkan adanya eksploitasi anak," terang dia.

Terkait dengan usia pemain Zahra, dosen yang pernah menjadi dekan FIB Unair itu memandang pihak production house (PH) telah mengabaikan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Perbedaan usia pemain antara Zahra yang masih anak-anak dengan Tirta sebagai orang dewasa, lanjut dia, maka bisa berdampak pada perkembangan psikologis anak.

Selain itu, adanya adegan romantis antar-keduanya juga menunjukkan adanya relasi kuasa, pemaksaan, dominasi dan subordinasi.

"Adegan semacam itu bisa merepresentasikan eksploitasi terhadap anak-anak yang tidak hanya seksual tetapi juga eksploitasi lainnya dan bahkan mungkin hubungan yang abusive," ujarnya.

Terakhir, dia berharap sinetron Indonesia kedepannya mampu menampilkan cerita yang edukatif dan penuh dengan powerful message, setelah ada pro dan kontra sinetron Zahra.

"Kalau memang menceritakan poligami dan perkawinan anak-anak, buatlah paling informatif dan edukatif mungkin," pungkasnya.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/06/08/194014771/pakar-unair-sinetron-zahra-sadarkan-masyarakat-bahaya-pernikahan-dini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke