Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Corona Indonesia Lampaui China, Pakar UGM: Aturan Harus Tegas

KOMPAS.com - Berdasarkan data pemerintah Indonesia hingga Sabtu (18/7/2020) pukul 12.00 WIB, diketahui ada 1.752 kasus baru Covid-19 di Indonesia.

Dengan begitu, total kasus infeksi di Indonesia berjumlah 84.882 kasus, terhitung sejak 2 Maret 2020.

Angka tersebut menunjukkan, kasus infeksi virus corona di Indonesia melampaui catatan jumlah infeksi di China pada hari yang sama. Dengan rincian Indonesia 84.882 kasus dan China sebanyak 83.644 kasus per tanggal 18 Juli 2020.

Pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria Wiratama mengatakan ada banyak faktor menjadi penyebab.

Salah satunya, kondisi New Normal atau yang kemudian diralat sebagai adaptasi kebiasaan baru tidak diiringi dengan perilaku disiplin terkait protokol kesehatan oleh masyarakat.

Di sisi lain, ia menilai pemerintah tidak memberikan contoh yang baik dan benar untuk disiplin terhadap protokol kesehatan.

“Kita sering lihat para pejabat, bahkan hingga presiden sekalipun memakai masker dengan tidak benar," terangnya seperti dilansir dari laman UGM, Selasa (21/7/2020).

Padahal, contoh teladan dari para pejabat publik sangat berpengaruh di masyarakat. Bagaimanapun, lanjut Bayu, masyarakat akan selalu mencontoh dan meniru apa yang dilakukan pejabat, artis dan publik figur lainnya.

Selain itu, ia menilai pemerintah tidak menjelaskan dengan baik dan benar tentang arti New Normal.

Tidak sedikit dari masyarakat yang ini beranggapan New Normal sebagai kondisi normal seperti kemarin-kemarin.

Menurutnya, masyarakat kurang paham sejak awal karena pemerintah tidak menjelaskan dengan detail dan memberikan contoh yang baik. Padahal akademisi dan ahli sudah memberi saran dan membantu dengan edukasi.

“Inilah salah satu bentuk komunikasi risiko yang kurang baik dari pemerintah. Memberikan sesuatu tetapi tidak menjelaskan dengan baik dan benar, dan pasti akan berpengaruh karena orang akan melakukan mobilitas seperti biasanya, makan-makan seperti biasanya dan lain-lain," tuturnya.

Tumbuhkan pemahaman New Normal melalui aturan tegas

Bayu mengakui banyak pihak tidak siap dengan berbagai fasilitas untuk mendukung protokol kesehatan di era New Normal.

Mereka yang tidak siap terutama sektor bisnis menengah dan kecil, seperti warung, angkringan dan lain-lain.

“Tingginya angka ini juga dikarenakan ketidakpahaman masyarakat, ketidakpatuhan karena mereka karena tidak ada pengawasan yang ketat, dan ketidaksiapan sebagian tempat umum," ungkapnya.

Menurutnya, pengawasan memang tidak perlu 24 jam, tetapi diutamakan di tempat publik, rumah makan dan ruang-ruang besar yang kemungkinan menjadi tempat berkumpul. Hal ini tentu juga melibatkan banyak pihak terkait.

“Oleh karena itu, aturan dalam New Normal perlu ditegakkan. Saya kira efektif jika ditegakkan dengan benar dan tegas, artinya semua yang melanggar baik pejabat, bupati, gubernur wajib, siapapun dikenakan denda," imbuhnya.

Kembali perketat mobilitas antar daerah

Meski begitu, di tengah tingginya kasus infeksi Covid-19, ia menilai pemerintah mulai membuka komunikasi yang baik dengan ahli-ahli di perguruan tinggi dan membuat komunikasi risiko yang baik dan terencana.

Pemerintah pun kini lebih jeli memetakan masalah dan kondisi terkini di setiap daerah dan memperkuat kapasitas laboratorium di daerah terkait pemeriksaan Covid-19.

Bayu menyarankan perlu dilakukan kerja sama dengan laboratorium swasta dan kembali memperketat mobilitas antar daerah.

Masyarakat yang masuk suatu daerah dan berasal dari daerah risiko tinggi, lanjut dia, wajib karantina terpusat selama 14 hari terlepas dari apapun hasil polymerase chain reaction (PCR) atau rapid test sebelum berangkat.

“Karena kebijakan PCR dan rapid yang berlaku 14 hari sekarang tidak efektif. Untuk itu perlu memperkuat surveilans mobilitas dan perbatasan terutama daerah yang banyak kasusnya, perkuat penemuan kasus dengan melibatkan tambahan tenaga dari luar pemerintah untuk membantu penemuan kasus dan contact tracing, dan lain-lain," jelasnya.

Untuk kembali memberlakukan pembatasan-pembatasan, Bayu Satria menyampaikan pembatasan sebaiknya dilakukan hanya untuk daerah-daerah yang kasusnya tidak terkontrol, seperti Surabaya.

Meski begitu, pembatasan ini dinilai Bayu tidak harus dengan skala 1 kota, cukup dipetakan wilayah-wilayah di kota tersebut yang sangat berisiko tinggi.

https://www.kompas.com/edu/read/2020/07/21/102447171/kasus-corona-indonesia-lampaui-china-pakar-ugm-aturan-harus-tegas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke