Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CEK FAKTA: Ganjar Klaim Pupuk Langka Juga Terjadi di NTT hingga Papua, Bukan Hanya Jateng

Kompas.com - 13/12/2023, 10:49 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengeklaim kelangkaan pupuk tidak hanya terjadi di Jawa Tengah. Kelangkaan pupuk ini terjadi di beberapa wilayah, dari Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga Papua.

Klaim Ganjar ini menanggapi pernyataan Prabowo yang menyebut bahwa petani di Jawa Tengah sulit mendapatkan pupuk.

Prabowo menyampaikan, masyarakat di Jawa Tengah menyebut bahwa Kartu Tani yang diluncurkan Ganjar mempersulit mendapat pupuk.

Oleh karena itu, Prabowo merasa perlu pengadaan pupuk perlu disederhanakan agar petani lebih mudah mendapatkan pupuk.

Menanggapi pernyataan Prabowo, Ganjar menyebut bahwa kelangkaan pupuk terjadi di beberapa provinsi, bukan hanya Jawa Tengah.

"Untuk Pak Prabowo mengingatkan, Pak, pupuk langka terjadi di Papua, Pak. Pupuk langka terjadi di Sumatera Utara, Pak. Pupuk langka terjadi di NTT, NTB, dan Kalimantan Timur," ujar Ganjar saat debat pertama Pilpres 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Cek Fakta Kompascom (@cekfakta.kompascom)

Bagaimana faktanya?

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, kelangkaan pupuk memang terjadi di Papua.

Misalnya, kelangkaan pupuk terjadi di Bomberay dan Tomage. Akibatnya, para petani di kawasan itu harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli pupuk di Kota Fakfak. Bahkan disebutkan, pupuk sudah langka sejak dua tahun lebih.

Selain itu, petani di Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke juga mengeluhkan masalah kelangkaan pupuk subsidi. Selain kuotanya kurang, pupuk juga sering terlambat disalurkan kepada para petani setempat.

Kemudian pada 12 Maret 2022, petani Mimika juga mengeluhkan kelangkaan pupuk.

Diberitakan Republika, para petani di Mimika, Papua, mengeluh karena harga pupuk meningkat drastis dalam kurun waktu beberapa bulan belakangan karena stoknya langka.

Mereka terpaksa membeli pupuk non subsidi karena terbatas sulit mendapatkan pupuk subsidi.

Harga pupuk NPK eceran di Timika mencapai 820.000 per karung dengan isi seberat 50 kilogram. Angka ini lebih mahal dibanding empat bulan sebelumnya yang mencapai Rp 600.000 per karung.

"Harga pupuk non subsidi yang dijual para distributor di Timika sangat mahal. Empat bulan lalu harga pupuk NPK Rp575.000 per karung (isi 50 kilogram) kalau beli dalam jumlah banyak, tapi eceran satu karung Rp600 ribu. Sekarang harga pupuk NPK kalau beli banyak Rp800 ribu per karung, sedangkan kalau beli eceran satu karung Rp820.000," tutur seorang petani sayur dan buah di wilayah setempat, Samin.

Lalu mengutip Ombudsman, kelangkaan pupuk bersubsidi juga terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kepala Ombudsman Perwakilan NTT Darius Beda Daton mengatakan para petani mengeluhkan sulitnya ketersediaan pupuk yang menghambat produksi pertanian sejak akhir 2021 hingga memasuki awal 2022.

Sebelumnya, ia mengatakan berbagai informasi dan pemberitaan juga muncul mengenai keluhan para petani yang mengalami kesulitan memperoleh pupuk bersubsidi, antara lain yang terjadi di Kabupaten Kupang, Manggarai, Sumba Barat Daya, dan Sabu Raijua.

Darius menyebutkan substansi keluhan petani yaitu terkait persediaan pupuk yang kosong di tingkat pengecer dan distributor.

Jika ada stok di gudang, kata dia, harus melalui prosedur pemesanan terlebih dahulu sehingga pupuk terkadang terlambat datang saat umur padi tidak lagi memerlukan pupuk tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

Hoaks atau Fakta
Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com