KOMPAS.com - Tragedi tewasnya 135 orang suporter Arema FC di Stadion Kanjuruhan pada bulan Oktober 2022 lalu menjadi duka mendalam bagi dunia sepak bola Indonesia, bahkan dunia.
Banyaknya korban tewas membuat Tragedi Kanjuruhan menjadi salah satu peristiwa paling berdarah dalam sepak bola.
Tragedi Kanjuruhan menempati urutan kedua sebagai tragedi sepak bola yang banyak memakan korban. Jumlah korban tragedi ini berada di bawah Tragedi Estadio Nacional, Lima, Peru yang mengakibatkan 328 orang tewas pada 24 Mei 1964.
Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia, kebanyakan korban meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan karena kehabisan oksigen akibat paparan gas air mata yang ditembakan ke tribune penonton.
Baca juga: Memutus Rantai Kekerasan Kepolisian Usai Tragedi Kanjuruhan
Namun, di awal kasus ini banyak bermunculan informasi keliru terkait tragedi berdarah tersebut.
Seperti diberitakan Kompas.com, pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menuturkan, sikap Polri yang defensif dan tidak terbuka diduga menjadi salah satu penyebab beredarnya informasi liar terkait Tragedi Kanjuruhan.
Menurut dia, munculnya berbagai hoaks dan narasi keliru soal Tragedi Kanjuruhan tidak lepas dari akuntabilitas dan lambatnya penanganan polisi.
Adapun informasi keliru yang beredar saat awal terjadinya Tragedi Kanjuruhan cukup beragam, mencatut suporter Arema serta federasi sepak bola Indonesia (PSSI).
Baca juga: Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Perjuangan Keadilan Terus Hidup dan Berjalan...
Selepas terjadinya Tragedi Kanjuruhan masyarakat sempat dihebohkan dengan munculnya rekaman suara seorang perempuan yang mengaku sebagai penjual dawet di dekat Pintu 3 Stadion Kanjuruhan.
Dalam rekaman suara yang beredar di media sosial, perempuan tersebut memberikan kesaksian terkait penyebab tewasnya ratusan orang di Stadion Kanjuruhan.
Ia mengatakan, tewasnya ratusan suporter Arema FC bukan disebabkan penggunaan gas air mata, namun karena ulah Aremania yang saling berdesakan dan melakukan kekerasan saat mencoba keluar stadion.
Baca juga: CEK FAKTA: Kesaksian Penjual Dawet soal Gas Air Mata dan Aremania Mabuk Tak Valid, Penuh Kejanggalan
Perempuan tersebut menceritakan, ada suporter yang bertindak brutal dengan memukuli petugas polisi yang tengah menyelamatkan seorang anak kecil dari kerumunan massa.
Bahkan, ia mengaku menyelamatkan seorang petugas polisi yang diserang suporter di toko dawet miliknya. Menurutnya kekerasan itu terjadi karena para suporter Arema FC menenggak minuman keras dan obat terlarang.
Tim Cek Fakta Kompas.com lantas menelusuri adanya penjual dawet di Stadion Kanjuruhan. Berdasarakan penelusuran yang dilakukan tidak terdapat toko dawet di dekat Pintu 3 Stadion Kanjuruhan.
Achmad Ghozali, salah seorang Aremania yang dihubungi Tim Cek Fakta Kompas.com juga mengatakan bahwa tidak ada penjual dawet di dekat Pintu 3 Stadion Kanjuruhan.
Belakangan diketahui, perempuan yang memberikan kesaksikan itu adalah mantan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Malang bernama Suprapti Fauzi.
Baca juga: Suprapti Sosok Penjual Dawet yang Sebar Hoaks Tragedi Kanjuruhan, Ternyata Kader PSI
Lewat video yang diunggah di Twitter @AremaniaCulture ia meminta maaf karena telah memberikan keterangan palsu.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, suami Suprapti, juga menyampaikan permohonan maaf dan tidak bisa berkomentar banyak.
Ia mengaku Suprapti telah meminta maaf secara langsung pada keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. Secara singkat, ia menyebut istrinya khilaf.
Di media sosial sempat bermunculan unggahan yang mengeklaim FIFA menjatuhkan sanksi kepada PSSI setelah terjadinya Tragedi Kanjuruhan.
Sanksi itu, menurut unggahan tersebut, berupa pembekuan PSSI dan pencabutan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Namun setelah ditelusuri narasi tersebut tidak benar. Di laman resminya FIFA hanya menyampaikan belasungkawa terkait tragedi meninggalnya ratusan orang di Stadion Kanjuruhan.
Tidak ada pernyataan mengenai sanksi yang akan dijatuhkan.
Diberitakan Kompas.com, presiden Jokowi pun lantas memastikan bahwa Tragedi Kanjuruhan tidak berdampak pada sanksi untuk Indonesia. Hal itu disampaikan Jokowi setelah mendapat surat dari FIFA.
Dalam surat itu FIFA bersedia membantu Indonesia dalam menjalankan agenda transformasi sepak bola nasional.
Menurut Jokowi, FIFA menuliskan lima fokus utama dalam agenda transformasi sepak bola Indonesia, salah satunya adalah adalah standar keamanan stadion.
Selain itu, FIFA menaruh fokus pada jadwal pertandingan, protokol dan prosedur pengamanan, keterlibatan sosial, serta pendampingan dari para ahli.
Namun pada akhirnya Piala Dunia U-20 2023 batal dilaksanakan di Indonesia setelah adanya penolakan dari beberapa pihak terhadap timnas Israel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.