Dikutip situs edukasi Universitas Memphis, dalam mitologi Mesir alam semesta berada di samudra yang sangat luas. Dewa pencipta Atum terbangun dan membuat pulau di lautan.
Mereka memahami waktu memanifestasikan dirinya melalui langit yang terus berubah, sebuah konsep yang dipersonifikasikan oleh dewi langit bernama Nut.
Kuil-kuil Mesir kuno bukan hanya didedikasikan bagi para dewa, melainkan replika alam semesta yang dipercayai peradaban tersebut.
Kuil Mesir memiliki lantai yang bertingkat, di mana semakin dalam kuil semakin rendah jarak langit-langitnya semakin rendah.
Ada bagian maha suci dalam kuil yang tidak dapat dimasuki sembarangan orang, hanya pendeta dan Firaun yang boleh memasukinya.
Astrologi dan astronomi belum sepenuhnya dipisahkan dalam peradaban Mesir. Sehingga ilmu alam semesta kerap dikaitkan dengan ramalan.
Dikutip dari situs Univeristas Oxford, sekitar 1-50 Masehi, ditemukan teks Mesir Yunani-Romawi yang menghitung fenomena astronomi dengan metode Babilonia.
Baca juga: Sejarah Teori Bumi Datar dan Mengapa Orang Masih Mempercayainya...
Awalnya astrolog Mesir menggunakan metode itu untuk meramal nasib bayi yang baru lahir. Namun mereka juga mengenal lima planet, yakni Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus.
Dengan bantuan keterampilan matematika, astrolog Mesir mampu menghitung posisi Merkurius.
Pada 1957, ahli matematika Bartel van der Waerden pertama kali mengemukakan adanya formulasi alternatif perhitungan jarak Merkurius.
Namun perhitungan tersebut telah ada jauh sebelumnya, dalam dua teks Demotik yang ditulis oleh orang-orang Mesir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.