JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak 32 biksu dari Thailand, Malaysia, dan Indonesia melakukan ritual thudong atau berjalan kaki menuju Candi Borobudur jelang Perayaan Waisak 2567 BE, pada Minggu (4/6/2023).
Ritual tapak tilas ini diinisiasi oleh biksu asal Indonesia, Bhante Kantadhammo atau Bhante Wawan.
Selama melakukan thudong, para biksu hanya makan satu kali sehari, menerima makanan serta minuman dari sedekah umat, dan bermalam di suatu tempat pada malam hari.
Bhante Wawan mengatakan, thudong merupakan perjalanan spiritual yang pernah dilakukan Sang Buddha dan para murid.
Di negara-negara Buddhis, thudong kerap dipraktikkan oleh biksu khamatama atau biksu dhutanga yang tinggal di hutan.
"Kami mengikuti zamannya Sang Buddha dan para bhikkhu yang tradisinya masih alami, benar-benar mereka mempraktikkan dhutanga ini," ujar Bhante Wawan, saat ditemui di kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (11/5/2023).
Para biksu mulai berjalan kaki dari Nakhon Si Thammarat, sebuah kota di selatan Thailand, pada 23 Maret 2023. Kemudian, mereka berjalan melewati Malaysia dan Singapura.
Setelah beristirahat selama tiga hari di Singapura, para biksu melanjutkan perjalanan dan tiba di Pelabuhan Internasional Harbour Bay, Kota Batam, pada Senin (8/5/ 2023).
Dari Batam, mereka menuju Jakarta menggunakan pesawat dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Rabu (10/5/2023).
Sebelum melanjutkan perjalanan, para biksu bertemu dengan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Supriyadi di kantor Kementerian Agama.
Menurut Bhante Wawan, biksu dhutanga biasanya hanya makan satu kali sehari, tidak mau menerima pakaian yang bagus dan tidak menerima uang.
Bahkan ada pula biksu yang tidak mau berbaring ketika tidur. Mereka terlelap dalam posisi duduk.
Selain sebagai ritual, Bhante Wawan juga ingin menunjukkan eksistensi biksu dhutanga kepada umat Buddha dan tradisi Sang Buddha yang masih berjalan.
"Saya mau menunjukkan, khususnya untuk masyarakat Indonesia, bhikkhu dhutanga itu masih ada sampai sekarang. Memang jumlahnya sedikit tapi benar-benar masih ada, belum hilang," ucapnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional Bhante Dhammavuddho. Ia mengatakan, ritual thudong dilakukan Sang Buddha ketika saat itu belum ada wihara dan tempat tinggal.