Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendaftaran Capres-Cawapres Dibuka Oktober 2023, Jangan Tertipu Hoaks di Medsos

Kompas.com - 12/05/2023, 14:00 WIB
Luqman Sulistiyawan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Informasi keliru soal penetapan calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 bermunculan di media sosial.

Informasi tersebut menyebar di media sosial usai beberapa partai dan koalisi partai politik mengumumkan sosok yang akan mereka usung dalam ajang lima tahunan itu.

Seperti diketahui, partai besar seperti PDI-P maupun Gerindra telah mengumumkan sosok yang akan mereka usung sebagai bakal capres dalam Pemilu Presiden 2024.

PDI-P memutuskan mengusung Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Adapun Partai Gerindra mengusung ketua umumnya, Prabowo Subianto.

Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat juga telah mengumumkan untuk mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal capres.

Baca juga: Waspadai Peningkatan Hoaks Politik Jelang Pemilu 2024

Dinamis

Kendati begitu, sosok yang nantinya dipastikan bertarung di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 masih sangat dinamis.

Sebab, pendaftaran capres-cawapres baru dibuka pada 19 Oktober 2023, sehingga masih mungkin ada perubahan.

Saat ini sejumlah partai masih menyusun strategi dan menjalin komunikasi dengan partai lain untuk menentukan sosok yang akan didaftarkan pada bulan Oktober 2023 nanti.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengingatkan bahwa selama pendaftaran capres-cawapres belum dibuka, masih ada kemungkinan perubahan nama yang akan maju di Pilpres 2024.

Baca juga: Kelola Logika dan Emosi untuk Melawan Disinformasi Pemilu...

Ilustrasi pemilih mencelupkan tangan ke tinta sebagai penanda telah menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2019.KOMPAS/PRIYOMBODO Ilustrasi pemilih mencelupkan tangan ke tinta sebagai penanda telah menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2019.

Berdasarkan syarat yang ditetapkan Undang-Undang Pemilu, untuk bisa mengajukan capres-cawapres, partai politik atau gabungan partai politik sekurang-kurangnya harus memiliki dukungan 20 persen kursi atau 25 persen suara di parlemen.

"Soal pencapresan masih sangat dinamis, pendaftaran capresnya sendiri baru dimulai bulan Oktober. Lalu untuk bisa mencalonkan, harus memenuhi sejumlah persayaratan," ujar Khoirunnisa kepada Kepada Kompas.com, Kamis (11/05/2022).

"Salah satunya adalah syarat ambang batas pencalonan atau presidential threshold. Jadi partai politik atau gabungan partai politik sekurang-kurangnya harus punya dukungan 20 persen kursi atau 25 persen suara," ujarnya.

Khoirunnisa menjelaskan, berdasarkan aturan itu sampai saat ini baru PDI-P yang mempunyai 20 persen kursi di parlemen, sehingga beberapa partai akan berkoalisi untuk memenuhi syarat tersebut.

Baca juga: Pemilih Perempuan Berpotensi Dongkrak Suara pada Pemilu 2024

Dengan demikian, sejumlah partai politik tentunya perlu menjalin komunikasi dengan partai lain ihwal sosok capres-cawapres yang akan diajukan.

Khoirunnisa melanjutkan, sosok pasangan capres-cawapres yang disebut akan maju di Pemilu 2024 sekarang ini baru sekadar opini, karena belum ada keputusan final.

Opini tersebut pun belum tentu menggambarkan apa yang terjadi padaOktober 2023 saat pendaftaran capres-cawapres.

"Jadi, yang muncul di media sosial belum sesuatu yang resmi dan masih banyak kemungkinan terjadi perubahan. Belum tentu menggambarkan apa yang terjadi di Oktober nanti. Belum ada nama calon, tetapi bakal calon. Menjadi capres apabila sudah mendaftar ke KPU," ujar dia.

Baca juga: Suara NU Diincar di Pilpres, Siapa Akan Merebut Hati Warga Nahdliyin?

Khoirunnisa mengingatkan, publik perlu diedukasi bahwa terkait pendataran capres-cawapres baru dilakukan pada bulan Oktober 2023, supaya tidak menimbulkan kegaduhan di media sosial serta tidak ikut menyebarkan berita keliru tersebut.

Dorongan ada forum bersama

Untuk menangkal berita keliru atau hoaks di media sosial di tahun politik, Perludem mendorong pemerintah membentuk forum bersama.

Forum tersebut terdiri KPU, Bawaslu, Kominfo, platfrom media sosial, organisasi cek fakta, masyarakat sipil termasuk juga jurnalis untuk duduk bersama dan berbagi peran dalam menangkal hoaks. 

Menurut dia, dengan adanya forum tersebut diharapkan dapat meminimalisasi kegaduhan dan perseteruan yang terjadi di masyarakat saat Pemilu 2024. 

"Kami mendorong pemerintah yang menjadi host-nya entah itu KPU, Bawaslu, maupun, Kominfo. Supaya tidak saling tunggu," ucap Khoirunnisa. 

"Lewat forum tersebut bisa saling berbagi tugas untuk melawan hoaks, ada yang melakukan pendidikan digital literasi, melakukan debunking, prebunking, kemudian KPU dan Baswaslu kebagian untuk memperkuat regulasi Pemilu yang lebih teknis," ujarnya.

Simak juga tahapan pemilu dalam infografik di bawah ini:

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kilas Balik Indonesia Juarai Piala Uber 1996, Taklukkan China di Final

Kilas Balik Indonesia Juarai Piala Uber 1996, Taklukkan China di Final

Sejarah dan Fakta
Lebih dari 2.100 Orang Ditangkap Selama Demo Pro-Palestina di AS

Lebih dari 2.100 Orang Ditangkap Selama Demo Pro-Palestina di AS

Data dan Fakta
[HOAKS] Komite Wasit AFC dan FIFA Rekomendasikan Laga Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Komite Wasit AFC dan FIFA Rekomendasikan Laga Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
Kematian Empat Mahasiswa AS Penentang Perang Vietnam pada 1970

Kematian Empat Mahasiswa AS Penentang Perang Vietnam pada 1970

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Saldi Isra Mundur dari Jabatan Hakim MK

[HOAKS] Saldi Isra Mundur dari Jabatan Hakim MK

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

INFOGRAFIK: Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Penjelasan soal Cairan Batang Pisang Berkhasiat Hancurkan Batu Ginjal

[KLARIFIKASI] Penjelasan soal Cairan Batang Pisang Berkhasiat Hancurkan Batu Ginjal

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Beredar Hoaks Uang Pembayaran Tol Masuk ke Rekening Pengusaha China

[VIDEO] Beredar Hoaks Uang Pembayaran Tol Masuk ke Rekening Pengusaha China

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Vaksin Covid-19 AstraZeneca Menyebabkan Kematian

[HOAKS] Vaksin Covid-19 AstraZeneca Menyebabkan Kematian

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Ronaldo Dukung Laga Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Ronaldo Dukung Laga Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Sampul Majalah Time Tampilkan Donald Trump Bertanduk

[HOAKS] Sampul Majalah Time Tampilkan Donald Trump Bertanduk

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Terbukti Suap Wasit, Uzbekistan Didiskualifikasi dari Piala Asia U-23

[HOAKS] Terbukti Suap Wasit, Uzbekistan Didiskualifikasi dari Piala Asia U-23

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] BMKG Tegaskan Sesar Sumatera Tidak Memicu Tsunami

[KLARIFIKASI] BMKG Tegaskan Sesar Sumatera Tidak Memicu Tsunami

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Ronaldo Tiba di Qatar untuk Menonton Piala Asia U-23

[HOAKS] Video Ronaldo Tiba di Qatar untuk Menonton Piala Asia U-23

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Vaksin HPV Menyebabkan Kemandulan

[HOAKS] Vaksin HPV Menyebabkan Kemandulan

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com