KOMPAS.com - Bobby Charlton masih berusia 21 tahun ketika Manchester United (MU) bertanding melawan Red Star Belgrade di perempat final Piala Eropa, 5 Februari 1958.
Kala itu Charlton menjadi salah satu andalan lini depan MU yang dilatih Matt Busby.
Skuad muda MU yang dijuluki “Busby Babes” itu menjadi tim yang diperhitungkan di Eropa. Ini terbukti di Piala Eropa 1958.
Setan Merah mampu melaju hingga ke semifinal setelah menahan imbang Red Star Belgrade dengan skor 3-3.
Namun, langkah Charlton dan kawan-kawannya terhenti akibat kecelakaan pesawat pada 5 Februari 1958.
Peristiwa bermula ketika skuad MU kembali ke Inggris usai pertandingan leg kedua perempat final Piala Eropa di Belgrade, Serbia.
Mereka pulang menggunakan pesawat Airspeed Ambassador G-ALZU milik British European Airways.
Dikutip dari History, penerbangan ke Manchester sempat tertunda satu jam karena salah satu pemain lupa membawa paspor. Kemudian, pesawat berhenti di Bandara Munich-Riem untuk mengisi bahan bakar.
Saat itu kondisi cuaca Munich sedang tidak ideal untuk penerbangan karena badai salju yang melanda. Pilot James Thain harus membatalkan dua percobaan lepas landas karena masalah mesin.
Pada percobaan ketiga, pesawat tidak memperoleh daya angkat yang cukup sehingga menabrak pagar di ujung landasan, kemudian menabrak rumah kosong dan meledak.
Dalam peristiwa itu, 23 dari 43 penumpang pesawat tewas. Delapan korban jiwa merupakan pemain MU.
Charlton menjadi salah satu penumpang yang selamat dari tragedi tersebut. Ia terlempar dari pesawat dengan tubuh yang masih masih terikat di kursi penumpang.
Tragedi Munich sangat memukul Charlton. Ia melihat beberapa rekannya kehilangan nyawa dengan cara yang mengenaskan. Charlton juga kehilangan pemain idolanya, Duncan Edwards.
"Saya melihat seorang kolega tercinta meninggal setelah menderita cedera yang tidak pernah bisa saya gambarkan dengan kata-kata. Kemudian manajer Matt Busby mengerang dan memegang dadanya saat dia duduk di genangan air,” kata Charlton, dikutip dari Independent, Senin (6/2/2023).
Masih lekat di ingatan Charlton ketika terbaring di rumah sakit di Jerman. Ia mendengar seorang pasien membacakan surat kabar yang memuat daftar 23 penumpang tewas dalam tragedi Munich.