KOMPAS.com - Data mengenai suhu rata-rata permukaan Bumi beredar di media sosial dengan kesimpulan yang keliru.
Data dalam bentuk grafik dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Amerika Serikat itu memperlihatkan suhu global per tahun, di lautan maupun daratan, mulai 2015 sampai 2022.
Dilansir Reuters, gambar itu dibagikan oleh akun Facebook ini dan ini, serta akun Twitter ini. Data tersebut menunjukkan suhu rata-rata permukaan Bumi dalam delapan tahun terakhir cenderung menurun.
Klaim yang disertakan pada unggahan yakni, data itu menjadi bukti bahwa pemanasan global akibat bertambahnya karbon dioksida secara berlebihan tidak benar.
Kemudian terdapat narasi soal es di kutub Antartika yang semakin bertambah, dan penurunan suhu global sebesar 0,11 derajat celsius per dekade.
Berdasarkan penelusuran Reuters, data yang disajikan dalam unggahan itu benar berasal dari publikasi NOAA.
Suhu terpanas global disebutkan terjadi pada 2016, yakni 0,99 derajat celsius. Menuju tahun 2022, angkanya cenderung menurun, bahkan pada beberapa tahun sekitar 0,80 derajat celsius.
Kemudian, Reuters meminta pendapat mengenai data tersebut kepada para pakar iklim dari NASA dan Berkeley Earth, sebuah organisasi di AS yang fokus pada data lingkungan.
Menurut pakar, pendinginan suhu selama delapan tahun tidak dapat menyangkal pemanasan global yang terjadi dalam jangka panjang.
Seorang ilmuwan iklim di Institut Goddard NASA untuk Studi Luar Angkasa (GISS) Chris Colose menjelaskan, badai El Nino panas yang tersimpan di laut terlepas dengan penguapan. Udara panas itu naik ke atmosfer dan menghasilkan suhu rata-rata global yang lebih panas.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.