Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

16 Tahun Aksi Kamisan, Tetap Ada dan Berlipat Ganda...

Kompas.com - 20/01/2023, 12:55 WIB
Luqman Sulistiyawan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Enam belas tahun yang lalu, Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggagas aksi rutin yang digelar setiap Kamis.

Aksi tersebut menjadi wadah bagi korban dan keluarga korban kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu untuk menuntut keadilan.

Gagasan soal Aksi Kamisan itu dicetuskan oleh Maria Katarina Sumarsih dan Suciwati, istri almarhum pejuang HAM Munir.

Sumarsih merupakan ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan, yang tewas ditembak aparat saat Tragedi Semanggi I, 13 November 1998.

Dalam rapat JSKK, Sumarsih mengusulkan payung sebagai simbol yang digunakan saat aksi. Kemudian Suciwati memberikan ide pakaian peserta aksi yang serba hitam, sebagai lambang keteguhan dalam mencintai manusia.

“Kemudian kami menentukan kapan harinya, dan ternyata di hari Kamis kami bisa meluangkan waktu untuk aksi rutin itu,” ujar Sumarsih, dalam diskusi bertajuk Yang Terekam Takkan Terlupakan, Rabu (18/1/2023).

Baca juga: Keteguhan Sumarsih Menuntut Keadilan...

Aksi Kamisan terinspirasi dari Ibu-ibu Plaza de Mayo yang melakukan aksi damai untuk memprotes penghilangan dan pembunuhan anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina. 

Seperti halnya ibu-ibu Plaza de Mayo, Sumarsih dan JSKK menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, yang dianggap sebagai simbol kekuasaan. Aksi tersebut digelar dari pukul 16.00 hingga sampai 17.00.

Kamis 18 Januari 2007, untuk kali pertama aksi itu digelar dan masih bernama Aksi Diam. Sumarsih bersama kawan-kawan JSKK datang di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat sambil membawa payung hitam.

“Bagi kami, diam bukan berarti kami korban yang bisa dibungkam. Pada waktu itu kami tidak mempunyai uang, terus saya bilang yang tidak tahan lapar membawa bekal. Yang tidak tahan haus membawa minum,” ujar Sumarsih.

Sumarsih menuturkan, awalnya ia mengira Aksi Diam tidak akan bertahan lama. Sebab, pada 1999 pernah ada aksi damai perempuan di Bundaran HI yang dibubarkan oleh polisi karena dituduh ditunggangi oleh Gerwani.

Namun kekhawatiran Sumarsih itu tidak terjadi, aksi itu tetap bertahan hingga kini dan dikenal sebagai Aksi Kamisan.

Dalam perjalanannya, semakin banyak kalangan yang terlibat aksi tersebut. Mulai dari mahasiswa, anak muda, seniman, aktivis, dan kelompok lainnya.

Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu

Banyak kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang disuarakan. Tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok, hingga Tragedi Kemanusiaan 1965.

Aksi Kamisan telah berlangsung sebanyak 760 kali, pada Kamis (19/1/2023). Aksi itu telah menyebar ke sejumlah kota, tidak hanya di Jakarta.

Berdasarkan catatan Sumarsih, sudah ada 60 kota yang menggelar Aksi Kamisan. Aksi itu tetap ada dan berlipat ganda.

“Tanggal 18 Januari tahun 2023 kalau saya hitung-hitung genap berlangsung selama 16 tahun. Dalam perkembangannya, Aksi Kamisan itu berlipat ganda. Ada 60 kota yang pernah melakukan Aksi Kamisan,” ujar perempuan 70 tahun itu.

“Dua di antaranya dilarang. Di Bogor itu dilarang oleh polisi dan di Jayapura dilarang oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik,” imbuh Sumarsih.

Istri almarhum Munir, Suciwati (kiri) dan Maria Catarina Sumarsih  ibunda Bernardinus Realino Norma Irmawan bersama aktivis dan sukarelawan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) mengikuti aksi diam Kamisan ke-609 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Bernardinus Realino Norma Irmawan adalah mahasiswa Universitas Atmajaya yang menjadi salah satu korban tewas saat Tragedi Semanggi 1 yang terjadi pada 13 November 1998.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
07-11-2019RADITYA HELABUMI Istri almarhum Munir, Suciwati (kiri) dan Maria Catarina Sumarsih ibunda Bernardinus Realino Norma Irmawan bersama aktivis dan sukarelawan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) mengikuti aksi diam Kamisan ke-609 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Bernardinus Realino Norma Irmawan adalah mahasiswa Universitas Atmajaya yang menjadi salah satu korban tewas saat Tragedi Semanggi 1 yang terjadi pada 13 November 1998. KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD) 07-11-2019

Tolak penyelesaian secara non-yudisial

Sumarsih dan sejumlah pegiat HAM tidak sepakat dengan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non- yudisial. Sebab upaya tersebut dinilai akan melanggengkan impunitas.

Ia menolak Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) di era Presiden Joko Widodo.

Kepres tersebut dikhawatirkan dapat menutup peluang penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui mekanisme yudisial.

Baca juga: Pilpres 2019, Antiklimaks Perlindungan HAM

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM masih berlaku mekanisme penanganan kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial melalui pengadilan HAM.

“Penyelesaian pelanggaran HAM secara non-yudisial itu mengarahkan pada pelanggengan impunitas,” ujar Sumarsih.

“Kasus-kasus pelanggaran HAM berat harus diselesaikan di pengadilan, jelas ada korbannya, jelas ada pelakunya yang bersalah dibuat jera, dihukum. Sehingga ada jaminan tidak terjadi pelanggaran HAM berat di masa depan,” ucap Sumarsih.

Sumarsih berharap, ketika dirinya nanti meninggal, anak-anak muda bisa merawat Aksi Kamisan sebagai medium untuk melawan impunitas.

Tidak cukup hanya pengakuan

Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat pada 12 peristiwa di masa lalu dan mengungkapkan penyesalan.

Pernyataan itu disampaikan setelah Jokowi meneri rekomendasi Tim PPHAM di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Tim yang dipimpin Makarim Wibisono tersebut dibentuk Presiden dan mulai bekerja sejak September 2022.

Pegiat Aksi Kamisan sekaligus Anggota Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Ahmad Sajali menuturkan, pengakuan dan penyesalan saja tidak cukup.

Ia mengatakan, pengakuan dan penyesalan dari negara harus diikuti dengan langkah penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. 

“Pengakuan hanya satu kanal dari empat kanal yang harusnya dijalankan oleh pemerintah secara pararel untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Ada kanal pengadilan, ada kanal pemulihan, ada kanal jaminan ketidakberulangan atau kanal reformasi institusi,” ungkap Sajali. 

“Untuk kanal pengakuan saja masih separuh karena cabang berupa pengungkapan kebenaran dan permintaan maaf tidak dituju oleh pemerintah,” imbuhnya.

Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) melakukan aksi Kamisan ke-714 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Aksi yang sudah digelar selama 15 tahun tersebut mengangkat tema #15tahunAksiKamisan: Keadilan Korban Digadaikan. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.GALIH PRADIPTA Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) melakukan aksi Kamisan ke-714 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Aksi yang sudah digelar selama 15 tahun tersebut mengangkat tema #15tahunAksiKamisan: Keadilan Korban Digadaikan. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.

Baca juga: Konflik dan Pelanggaran HAM, Catatan Kelam 20 Tahun Reformasi

Sajali berpandangan, pengakuan dan penyesalan pada akhir jabatan Presiden Jokowi hanya menjadi langkah untuk menghindari cap pembohong.

Sebab pada masa kampanye Pilpres 2014, Jokowi kencang menjanjikan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Bagi publik yang awam dan tidak mengikuti isunya mungkin ini menjadi sinyal yang bagus karena melihat akhirnya sosok Presiden sebagai Kepala Negara mengakui berbagai tragedi kemanusian sebagai pelanggaran HAM berat,” katanya.

Selain menerbitkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022, kata Sajali, Jokowi juga merekrut orang-orang yang dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. 

Salah satu langkah Jokowi yang dikritik pegiat HAM yakni menunjuk Wiranto sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) pada 2016. Kemudian, Wiranto menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden sejak 2019.  

Padahal mantan Panglima ABRI itu dianggap sebagai petinggi negara yang bertanggung jawab atas kerusuhan pada 1998.

"Mengangkat Wiranto sebagai Menko Polhukam pada 2016, sekarang menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden sejak 2019. Wiranto dipilih karena merupakan sponsor Jokowi di 2014 saat Pilpres," kata Sajali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dituding Tiru Suara Scarlet Johansson, OpenAI Hapus Fitur Suara dari ChatGPT

Dituding Tiru Suara Scarlet Johansson, OpenAI Hapus Fitur Suara dari ChatGPT

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Video Lama Presiden Iran Naik Helikopter Dinarasikan Keliru

[KLARIFIKASI] Video Lama Presiden Iran Naik Helikopter Dinarasikan Keliru

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Badan Intelijen Iran Gerebek Kedubes India di Teheran

[HOAKS] Badan Intelijen Iran Gerebek Kedubes India di Teheran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pilot Helikopter Presiden Iran adalah Agen Mossad Bernama Eli Koptar

[HOAKS] Pilot Helikopter Presiden Iran adalah Agen Mossad Bernama Eli Koptar

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Mengamuk Usai Sri Mulyani Beberkan Kasus Korupsinya

[HOAKS] Prabowo Mengamuk Usai Sri Mulyani Beberkan Kasus Korupsinya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Puing Pesawat Latih, Bukan Helikopter Presiden Iran

[KLARIFIKASI] Foto Puing Pesawat Latih, Bukan Helikopter Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Vaksinasi Booster Covid-19 Runtuhkan Kekebalan Tubuh

INFOGRAFIK: Hoaks Vaksinasi Booster Covid-19 Runtuhkan Kekebalan Tubuh

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Harrison Ford Pimpin Demo Kemerdekaan Palestina

[HOAKS] Harrison Ford Pimpin Demo Kemerdekaan Palestina

Hoaks atau Fakta
Rekor dan Pencapaian Manchester City, Jawara Premier League...

Rekor dan Pencapaian Manchester City, Jawara Premier League...

Data dan Fakta
Disinformasi, Bill Gates Ciptakan Pasar untuk Vaksin Flu Burung

Disinformasi, Bill Gates Ciptakan Pasar untuk Vaksin Flu Burung

Hoaks atau Fakta
Hoaks soal Konflik Israel-Palestina, dari Kehadiran Rusia sampai Video Rekayasa

Hoaks soal Konflik Israel-Palestina, dari Kehadiran Rusia sampai Video Rekayasa

Hoaks atau Fakta
Fakta Seputar Kecelakaan Helikopter yang Tewaskan Presiden Iran

Fakta Seputar Kecelakaan Helikopter yang Tewaskan Presiden Iran

Data dan Fakta
[HOAKS] 25 Orang Tewas Saat Pesta Pernikahan di China

[HOAKS] 25 Orang Tewas Saat Pesta Pernikahan di China

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bantuan Dana Rp 250 Juta Mengatasnamakan Kerajaan Arab Saudi

[HOAKS] Bantuan Dana Rp 250 Juta Mengatasnamakan Kerajaan Arab Saudi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Kenaikan Tarif Listrik mulai 1 Mei 2024

[HOAKS] Kenaikan Tarif Listrik mulai 1 Mei 2024

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com