Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Tiga video yang beredar di Facebook memuat narasi mengenai kebijakan Indonesia melarang ekspor bijih nikel.
Terkait kebijakan itu, Indonesia dinyatakan melanggar ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
Pada 2021, Uni Eropa mengajukan gugatan ke WTO atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia.
Kemudian beredar narasi di media sosial bahwa kekalahan Indonesia di WTO menjadi kesempatan bagi Presiden Joko Widodo untuk menindas Uni Eropa.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, klaim tersebut tidak benar dan perlu diluruskan.
Video yang memuat narasi bahwa Indonesia memiliki momentum untuk menindas Uni Eropa setelah kekalahan di WTO terkait larangan ekspor bijih nikel dibagikan oleh akun Facebook ini, ini dan ini.
Tiga video itu memperlihatkan Presiden Jokowi saat memberikan pernyataan tentang nasionalisme dan kebijakan ekspor nikel.
Pernyataan Presiden Jokowi identik dengan yang disampaikan dalam acara Gerakan Indonesia Satu yang digelar dan dihadiri para relawan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Sabtu (26/11/2022).
Jokowi mengatakan, Indonesia merupakan negara besar yang mampu berdiri tegak di antara negara-negara besar lainnya, terutama dalam G-20 di Bali pada November lalu.
Selanjutnya narator dalam video menyampaikan, Presiden Jokowi membuat pejabat Uni Eropa kejang-kejang dengan menaikkan pajak ekspor nikel mencapai 1.000 persen.
Ada pula keterangan pada salah satu unggahan sebagai berikut:
KEKALAHAN DI WTO JADI MOMENTUM JOKOWI TINDAS UNI EROPA, KOK BISA? || EKSPOR BAHAN MENTAH, NIKEL
Berdasarkan pemberitaan insight.kontan.co.id, 24 Januari 2022, pemerintah akan mengenakan pajak ekspor untuk dua jenis produk nikel, yakni nickel pig iron (NPI) dan feronikel sebesar 2 persen tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tujuan pengenaan pajak ekspor ini untuk menambah pemasukan negara dan mendukung kebijakan hilirisasi pertambangan, termasuk nikel.
"Karena pajak ekspor bukan hanya untuk keuangan negara tapi sebagai instrumen memperkuat struktur ekonomi Indonesia," ungkap Sri Mulyani.