“Saya pikir bukanlah hal yang kebetulan saja menghebatnya gerakan-gerakan Samin di tahun 1917, bersamaan waktunya dengan munculnya ide-ide sosialis Sarekat Islam Semarang,” tulis Gie.
“Gerakan komunis bahkan mereka terjemahkan ke gerakan Saminis. Sarekat Islam Semarang merupakan gerakan dari sekelompok manusia yang tak mungkin melepaskan dirinya dari zaman lampaunya. Alam yang mendahuluinya, alam tradisional,” ungkap Gie.
Persoalan agraria yang terjadi pada 1917-an memengaruhi pergerakan Sarekat Islam Semarang dan menjadikan organisasi tersebut lebih revolusioner. Mereka melihat adanya penindasan terhadap para petani di desa-desa.
Bagi Sarekat Islam Semarang kenyataan itu menjadi alasan bagi mereka untuk mengungkapkan ketidakpuasan dan ketidapercayaan kepada pemerintah.
Hal lain yang membuat Sarekat Islam Semarang begitu revolusioner adalah kenyataan bahwa saat itu angka kematian di Semarang cukup tinggi karena wabah pes.
Sarekat Islam memprotes pemerintah Kota Praja Semarang yang bertindak tidak bijaksana dan memperlakukan masyarakat secara sewenang-wenang.
“Bagi kalangan rakyat jelata yang buta huruf dan miskin, situasi 1917 di Semarang itu membuat keadaan masak untuk gerakan-gerakan radikal revolusioner dari Semaoen dan kawan-kawanya,” ujar Gie.
Keadaan buruk yang terjadi pada 1917 sampai 1918 tidak disangkal oleh kelompok pergerakan di Indonesia maupun Belanda.
Seorang komunis Belanda sekaligus Ketua Indische Social Democratische Vereniging (ISDV), Henk Sneevliet, melihat realitas itu dengan konsep marxisme.
Cara pandangnya itu memengaruhi sekelompok anak muda di Sarekat Islam Semarang saat itu seperti Semaoen maupun Darsono.
Bahkan anak muda di Sarekat Islam yang berada di kota lain juga terpengaruh, seperti Alimin dan Muso yang berada di Jakarta maupun H Misbach yang ada di Solo.
“Dari Sneeliet-lah mereka belajar menggunakan analisis Marxistis untuk memahami realita sosial yang dialami. Mereka berpendapat, sebab dari kesengsaraan rakyat Indonesia adalah struktur kemasyarakatan yang ada, yaitu struktur masyarakat tanah jajahan yang diperas kaum kapitalis,” tulis Gie.
Baca juga: Sneevliet, Pembisik Semaoen Ketua PKI Pertama Saat Menghimpun Massa di Semarang
Pada Kongres kedua Central Sarekat Islam (CSI) yang diikuti utusan Sarekat Islam di seluruh Indonesia, Semaoen dan kawan-kawannya pun memengaruhi dan menyebarkan ideologi marxisme untuk memperbaiki sistem sosial.
Sebagian ada yang sepakat dengan konsep marxisme yang ditawarkan Semaoen, namun sebagian lagi menolaknya. Salah satu tokoh yang keras menolak ide Semaoen itu adalah Abdoel Moeis.
Setelah kongres itu selesai, Sarekat Islam Semarang pun mulai mengadakan serangkaian aksi untuk memperjuangkan cita-citanya.