Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Penerapan Hukuman Mati di Indonesia

Kompas.com - 14/10/2022, 07:30 WIB
Ahmad Suudi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peringatan Hari Antihukuman Mati Sedunia pada 10 Oktober menjadi momentum bagi sejumlah organisasi non-pemerintah untuk mendorong penghapusan hukuman mati di Indonesia.

Berdasarkan laporan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), sepanjang periode Oktober 2021-September 2022 terdapat 31 vonis hukuman mati di Indonesia.

Kontras menilai penerapan hukuman mati sebagai ironi karena kebijakan tersebut justru bertentangan dengan konstitusi dan beberapa instrumen hukum internasional.

Pasal 28I Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa hak untuk hidup sebagai salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

Baca juga: 20 Tahun Peringatan Hari Antihukuman Mati Sedunia

"Hak hidup adalah hak yang paling fundamental, artinya hak tersebut tidak dapat dibatasi atau non-derogable rights," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, saat peluncuran laporan mengenai hari antihukuman mati internasional secara daring, Senin (10/10/2022).

Selain ketentuan hukum nasional, penghormatan terhadap hak hidup seseorang juga diatur dalam beberapa instrumen internasional.

Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) mengatur, setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan, dan keselamatan individu.

Kemudian Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Opsional Protokol Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik menyebutkan, setiap manusia memiliki hak yang melekat untuk hidup.

Pernyataan ini tercantum dalam Pasal 6 ayat (1). Dengan demikian hak untuk hidup harus dilindungi oleh hukum, tidak seorang pun boleh dicabut nyawanya secara sewenang-wenang.

ICCPR disahkan pada 16 Desember 1966 dan berlaku mulai 23 Maret 1976. Adapun Indonesia telah meratifikasi ICCPR pada 28 Oktober 2005 melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005.

Penerapan hukuman mati di Indonesia

Menurut Komnas HAM, setidaknya terdapat 30 jenis kejahatan yang dapat diancam hukuman mati.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kejahatan yang diancam dengan hukuman mati yakni makar, membunuh kepala negara, mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia, dan memberikan pertolongan kepada musuh saat Indonesia dalam keadaan perang.

Ada pula pembunuhan terhadap kepala negara sahabat, pembunuhan yang direncanakan serta pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.

Penerapan hukuman mati juga diatur dalam sejumlah undang-undang, antara lain UU Tindak Pidana Korupsi, UU Pengadilan HAM, UU Perlindungan Anak, dan UU Narkotika.

Dalam perkembangannya, rancangan KUHP masih mengatur soal hukuman mati.

Baca juga: Dianggap Perampasan Hak Hidup secara Sewenang-wenang, 111 Negara Hapus Hukuman Mati

Dikutip dari Kompas.id, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy OS Hiariej mengatakan, pemerintah menempatkan pidana mati sebagai pidana khusus, bukan pidana pokok atau tambahan.

Ia mengatakan, penjatuhannya harus dilakukan secara selektif dan diancamkan secara alternatif dengan pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun.

Penerapannya pun dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 64, Pasal 67, dan Pasal 98 RKUHP). Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun, apabila terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki.

Selain itu, peran terdakwa dalam tindak pidana yang dilakukan tidak terlalu penting serta ada alasan yang meringankan. Masa percobaan tersebut harus dicantumkan dalam putusan pengadilan dan berlaku sejak putusan inkrah.

Bila terpidana mati menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, hukuman mati itu bisa diubah menjadi penjara seumur hidup dengan keputusan presiden.

Akan tetapi jika tidak ada perbaikan dalam diri terpidana mati dalam kurun waktu yang sudah ditetapkan, maka eksekusi dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Menurut Eddy, pemerintah mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan masa tunggu atau percobaan 10 tahun.

Terkait hukuman mati sebagai pidana alternatif, Fatia menilai hal tersebut tidak memberikan kepastian bahwa negara memberikan perlindungan atas hak untuk hidup.

"Dengan tetap mencantumkan hukuman mati sebagai alternatif, membuka akses yang besar untuk memberlakukannya dan bukan hanya menjadikannya sekadar opsi," kata Fatia.

Kasus narkotika

Helmy Hidayat Mahendra dari Divisi Riset Kontras mengatakan, jumlah vonis hukuman mati di Indonesia tergolong masif.

Helmy mengatakan, hukuman mati paling banyak dijatuhkan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan narkotika.

"Sama seperti sebelum-sebelumnya, vonis yang paling besar merupakan vonis dalam kasus narkoba," kata Helmy.

Berdasarkan dokumentasi Kontras, terdapat 23 vonis hukuman mati berkaitan dengan delik narkotika sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Baca juga: Dianggap Perampasan Hak Hidup secara Sewenang-wenang, 111 Negara Hapus Hukuman Mati

Kemudian, empat vonis berkaitan dengan pembunuhan dan empat lainnya berdasarkan delik pemerkosaan.

Menurut Kontras, konsistennya angka vonis hukuman mati dalam kasus narkoba, semakin menegaskan dan memberikan bukti bahwa penerapan hukuman mati tidak memberikan efek jera.

 

Selanjutnya, daerah atau provinsi dengan vonis mati terbanyak ialah Aceh, yakni 7 vonis dengan 27 terdakwa. Vonis mati paling banyak terkait kasus narkotika.

Angka tersebut diikuti oleh Provinsi Sumatera Utara dengan 6 vonis mati dengan 13 orang terdakwa.

Persebaran vonis mati lainnya secara berturut-turut dijatuhkan di: Jawa Barat, Jawa Timur Lampung, dan Riau dengan 3 vonis; Kalimantan Utara dengan 2 vonis; dan DKI Jakarta, NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan dengan masing-masing 1 vonis.

Berdasarkan kewarganegaraan terpidana mati, Kontras mencatat bahwa dari jumlah keseluruhan masih didominasi oleh warga negara Indonesia (WNI) dengan 63 orang. Ada pula seorang terpidana mati yang berasal dari Malaysia dan satu orang dari Nigeria.

dari rentang usia terpidana mati, sebanyak 35 orang berusia 26-35 tahun, 29 orang berusia 36-50 tahun, dan 1 orang berusia 51-60 tahun.

Sedangkan jika dilihat dari gendernya, tercatat 63 orang terpidana mati merupakan laki-laki dan empat terpidana mati adalah perempuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

Hoaks atau Fakta
Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com