KOMPAS.com - Gedung Sarekat Islam Semarang menjadi salah satu saksi sejarah kemeredekaan Indonesia. Sejumlah sosok pendiri bangsa pernah singgah dan beraktivitas di sana.
Kendati begitu, stigma terkait Partai Komunis Indonesia (PKI) seakan masih melekat. Seorang pegiat sejarah, Yunantyo Adi Setyawan, pernah merasakan stigma tersebut.
Dia dan teman-temannya pernah dituduh sebagai simpatisan PKI ketika mengadvokasi pemugaran dan pencagarbudayaan Gedung Sarekat Islam.
Tudingan itu berasal dari beberapa orang yang menolak pemugaran Gedung Sarekat Islam Semarang.
Baca juga: Riwayat Gedung Sarekat Islam Semarang: Sepak Terjang Semaoen dan Cikal Bakal PKI...
“Waktu kami mengadvokasi itu kami juga dituduh jelmaan PKI, tapi kami menjelaskan ke Pemkot Semarang ini bukan masalah PKI. PKI sudah nggak ada. Tapi kan Bung Karno pakai gedung itu, Bung Hatta, Bung Syahrir juga, Tjokroaminoto, Agus Salim juga,” ujar Yunantyo, saat dihubungi, Senin (3/10/2022).
“Kalau gedung itu dihilangkan karena orang benci Semaoen ya eman-eman (sayang sekali), terus kita mau punya penanda apa untuk kemerdekaan,” imbuhnya.
Semaoen merupakan salah satu tokoh pendiri dan ketua pertama Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1920. Gedung Sarekat Islam itu disebut-sebut menjadi saksi sepak terjang Semaoen dan organisasi Sarekat Islam Semarang.
Di gedung bercat putih itu Semaoen banyak merancang gerakan maupun pemogokan buruh, hingga akhirnya bersama Alimin dan Darsono mencetuskan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Berpuluh-puluh tahun berlalu, beberapa masyarakat sekitar masih lekat dengan nama Semaoen ketika ditanya mengenai sejarah gedung Sarekat Islam Semarang.
Bahkan, gedung yang terletak di Kampung Gendong, Kelurahan Sarirejo, Semarang Timur, ini pernah hendak dibakar pada 1965.
Gedung Sarekat Islam Semarang sendiri dikelola oleh Yayasan Balai Muslimin dengan status tanah wakaf bersetifikat hak milik No 369.
Baca juga: Menengok Gedung Sarekat Islam di Semarang, Rekam Jejak Perjuangan Tan Malaka hingga DN Aidit
Yunantyo menuturkan, saat awal mengadvokasi pemugaran bangunan tersebut, ada beberapa pengurus yayasan yang menuduhnya sebagai PKI gaya baru.
Tuduhan itu dipatahkan setelah Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah memaparkan soal unsur-unsur cagar budaya pada gedung tersebut.
“Jadi Wali Kota memutuskan ikut sikap BPCB. Sehingga kami banyak berdiskusi dengan BPCB. Kalau gedung itu dihilangkan karena benci Semaoen, berarti sejarah Tjokroaminoto, Agus Salim di situ hilang," tutur dia.
sejarah Bung Karno hilang, Hatta, Syahrir, Amir Syarifudin, dan semua orang yang menggunakan gedung itu kan hilang, saya bilang gitu," kata Yunantyo.
Adapun Gedung Sarekat Islam Semarang ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya pada 2014.
Gedung tersebut memenuhi unsur-unsur untuk ditetapkan sebagai cagar budaya, misalnya dari unsur usia yang telah mencapai lebih dari 50 tahun.
Selain itu Gedung Sarekat Islam Semarang dinilai memiliki arti khusus pada bidang sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Baca juga: Petualangan Pemimpin PKI Semaoen Ketika Himpun Massa di Kota Semarang
Kendati sudah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya, namun stigma terkait PKI masih ada. Pernah suatu waktu, Yunantyo akan menggunakan Gedung Sarekat Islam Semarang menggelar pameran karya penyair Wiji Thukul, akan tetapi dia justru dituduh PKI.
“Kalau saya ke sana tetap isu PKI-nya muncul lagi. Makanya saya sengaja menghindari gedung itu, karena saya pernah menggunakan gedung itu untuk pameran Wiji Thukul malah muncul isu PKI," kata Yunantyo.
"Saya diserbu ormas-ormas se-Jawa Tengah terus jadi urusan polisi. Ya daripada polemik terus, nanti malah tidak bermanfaat, malah dikunci terus, mangkrak kan mending salah satu mengalah, supaya gedung itu bisa termanfaatkan warga,” ujar pria yang juga aktivis Gusdurian Semarang tersebut.
Yunantyo pun berharap Pemkot Semarang membeli bangunan bersejarah itu agar bisa dimanfaatkan dan menjadi lebih terawat serta bermanfaat.
“Kalau mau, usul ke Pemerintah Kota Semarang supaya gedung itu dibeli oleh pemkot, terserah untuk kepentingan kelurahan atau apa,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.