Dalam persidangan, Latief bersaksi bahwa ia memberi tahu Mayjen Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat, soal rencana penculikan sejumlah jenderal.
"Sehari sebelum kejadian itu saya melapor langsung kepada Bapak Mayjen Soeharto, sewaktu beliau berada di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) sedang menunggui putranya yang ketumpahan sup panas. Dengan laporan saya ini, berarti saya mendapat bantuan moril, karena tidak ada reaksi dari beliau," kata Latief, dikutip dari buku John Roosa berjudul Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September.
Latief juga mengaku sebelumnya pernah membahas mengenai adanya Dewan Jenderal di rumah Soeharto.
Kedekatan Soeharto dengan Latief terjadi sejak dari serangan umum 1 Maret 1949. Mereka diketahui dua kali melakukan pertemuan sebelum G30S.
Namun, setelah pecahnya G30S dan terjadi pembunuhan masal, narasi berbelok hingga Soeharto justru menjadi pahlawan dan PKI menjadi dalangnya.
Setelah eksekusi mati Letkol Untung, Harian Kompas pada 9 Desember 2967 memberitakan adanya foto Letkol Untung yang termuat dalam surat kabar Filipina, The Chronicle's.
Dalam foto itu, tampak tubuh Letkol Untung dibungkus dengan kain putih seperti kafan. Ia diikat pada sebuah tiang, dengan dua orang Polisi Militer di samping kiri kanannya.
Saat itu masih belum diketahui bagaimana surat kabar luar negeri mendapat foto itu, sementara media dalam negeri tidak ada yang memilikinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.