Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Emas Bulu Tangkis di Olimpiade dan Kenangan Pahit London

Kompas.com - 07/07/2022, 11:22 WIB
Luqman Sulistiyawan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Cabang olahraga bulu tangkis selalu menjadi andalan Indonesia di setiap Olimpiade, yang menjadi perhelatan bergengsi dunia.

Sejak mulai diikutsertakan dalam ajang empat tahunan ini, bulu tangkis menjadi olahraga yang kerap meyumbangkan medali emas untuk Merah Putih. 

Dari lima sektor yang dipertandingkan, semuanya sudah mempersembahkan medali emas. Secara resmi cabang bulu tangkis mulai dipertandingakan dalam Olimpiade sejak tahun 1992.

Sebelumnya, pada Olimpiade Muenchen 1972 cabang olahraga bulu tangkis sudah menjadi acara eksibisi. Saat itu, tunggal putra andalan Indonesia Rudy Hartono menjadi pemenang.

Namun, setelah itu cabang olahraga bulu tangkis tidak jelas nasibnya di ajang Olimpiade.

Baca juga: Rudy Hartono dan Rekor Delapan Gelar All England...

Ketidakjelasan itu seakan menemukan titik terang ketika Antonio Samaranch dari Spanyol terpilih sebagai Presiden Komite Olimpiade Internasioan (IOC).

Dilansir dari Harian Kompas edisi 13 Juni 1985, Samaranch terkesima setelah melihat final kejuaran dunia di Copenhagen tahun 1983. Ketika itu, ia melihat partai final antara Icuk Sugiarto melawan Liem Swie King.

Saat datang ke Indonesia, Samaranch juga mendapat suguhan sejumlah pertandingan latihan di Pelatnas Senayan.

Ia mendapat kesan bahwa bulu tangkis menjadi salah satu olahraga yang menarik. Sebab, dalam bulu tangkis dibutuhkan perjuangan fisik yang cukup berat.

"Terakhir pada sidang di Berlin Timur pada 7 Juni, IOC memutuskan bulu tangkis masuk Olimpide. Bukan pada 1988 di Seoul, tetapi empat tahun berikutnya tahun 1992,” tulis Harian Kompas.

Baca juga: Sepak Terjang Indonesia di Piala Asia, Sulit Lolos Fase Grup hingga Gol Cantik Widodo

Emas pertama dari sejoli

Olimpiade Barcelona 1992 menjadi awal di mana bulu tangkis dipertandingkan secara resmi dalam ajang olahraga bergengsi ini.

Indonesia pun lansung memetik hasil manis. Dua medali emas berhasil dibawa pulang ke Tanah Air dari sektor tunggal putra dan tunggal putri.

Kedua atlet yang berhasil menyumbang emas tersebut adalah pasangan Alan Budikusuma dan Susi Susanti yang waktu itu masih berpacaran. Sejoli itu mampu tampil gemilang di ajang Olimpiade pertamanya.

Susi Susanti, Meraih Medali Emas Bulutangkis Olympiade Barcelona Tahun 1997

Kompas/Kartono Ryadi (KR)
03-08-1992KARTONO RIYADI Susi Susanti, Meraih Medali Emas Bulutangkis Olympiade Barcelona Tahun 1997 Kompas/Kartono Ryadi (KR) 03-08-1992

Susi Susanti menjadi atlet pertama Indonesia yang meraih medali emas Olimpiade. Pada laga puncak, dia mengalahkan andalan Korea Selatan, Bang Soo-hyun dengan skor 5-11, 11-5, dan 11-3.

Sedangkan, di final tunggal putra, Alan menundukkan rekan senegaranya Ardy B Wiranata dua set langsung 15-12 dan 18-13.

Seusai pertandingan final, Susi mengaku tidak menyangka bisa meraih juara bersama sang kekasih dalam ajang sebesar Olimpiade. Ia mengaku sudah lama punya keinginan bisa meraih gelar juara bersama Alan dalam satu turnamen.

"Tetapi baru dua kali hal itu terjadi. Tidak saya sangka, terjadi di Olimpiade. Bagi saya, Olimpiade adalah segalanya. Gelar juara ini lebih berharga bagi saya, daripada kejuaraan yang lain," kata Susy Susanti dilansir dari Harian Kompas edisi 5 Agustus 1992.

Baca juga: Lahirnya PNI, Partai yang Jadi Kendaraan Soekarno Menuju Indonesia Merdeka...

Hermawan Susanto mempersembahkan medali perunggu dari nomor tunggal putra Olimpiade Barcelona 1992. KOMPAS/KARTONO RYADI Hermawan Susanto mempersembahkan medali perunggu dari nomor tunggal putra Olimpiade Barcelona 1992.

Dalam partai final Olimpiade Barcelona tersebut, sedari awal Susi memang sudah diunggulkan bisa mengalahkan Bang Soo-hyun.

Meski kalah di set pertama, Susi mampu mengembalikan keadaan di set kedua dan ketiga. Ia pun menjadi pebulu tangkis pertama yang meraih medali emas.

Sementara, Alan justru tidak diunggulkan di partai final, karena yang dihadapi adalah Ardy yang merupakan pemain terbaik Indonesia saat itu. Namun, Alan punya motivasi lebih untuk mengalahkan Ardy.

Terlebih sang pacar, Susy Susanti, telah berhasil menggondol medali emas terlebih dahulu. Di luar dugaan Alan ternyata mampu tampil cemerlang dan berhasil mengalahkan Ardy dua set langsung.

"Menghadapi Ardy kemarin Alan tampil lain. Ia bermain sangat serius untuk bisa mengatasi lawan yang sering dihadapinya di pemusatan latihan di Senayan," tulis Harian Kompas edisi 5 Agustus 1992.

Sektor ganda mendominasi

Ricky Subagja dan Rexy mainaky saat meraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996KOMPAS/ARBAIN RAMBEY Ricky Subagja dan Rexy mainaky saat meraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996
Setelah Susy Santi dan Alan Budikusuma menyumbang emas di Olimpiade Barcelona 1992, selanjutnya giliran ganda putra Indonesia Ricky Subagja dan Rexy Mainaky yang berhasil unjuk gigi.

Mereka berdua menyabet medali emas di Olimpiade Atlanta 1996. Ricky dan Rexy berhasil meneruskan tradisi emas Indonesia di ajang Olimpiade, menyusul tumbangnya beberapa pemain unggulan seperti Susi dan Alan.

Setelah itu, sektor ganda terus mendominasi dalam menyumbangkan emas. Pada tahun 2000, Tony Gunawan dan Candra Wijaya melanjutkan kesuksesan Ricky dan Rexy. Tony dan Candra meraih emas di Olimpiade Sydney.

Pada 2004, dominasi sektor ganda sempat hilang, tidak ada yang mampu menyumbangkan emas.

Taufik Hidayat (tengah) dan Soni Dwi Kuncoro (kanan) mempersembahkan medali emas dan medali perunggu dari nomor tunggal putra Olimpiade Athena 2004. Medali perak didapat Shon Seung-Mo dari Korea Selatan. AFP PHOTO/GOH CHAI HIN Taufik Hidayat (tengah) dan Soni Dwi Kuncoro (kanan) mempersembahkan medali emas dan medali perunggu dari nomor tunggal putra Olimpiade Athena 2004. Medali perak didapat Shon Seung-Mo dari Korea Selatan.

Beruntungnya, tunggal putra Indonesia yang tengah bersinar, Taufik Hidayat, bisa mempersembahkan emas di Olimpiade Athena. Sehingga tradisi emas masih tetap berlanjut.

Empat tahun selanjutnya di Olimpiade Beijing 2008, sektor ganda kembali berkontrobusi menyumbang emas. Medali emas diraih oleh ganda putra unggulan Indonesia Markis Kido dan Hendra Setiawan.

Pada Olimpiade London 2012, Indonesia gagal membawa pulang medali,semua atlet yang dikirim ke London tumbang.

Pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad (kiri) and Indonesia's Liliyana Natsir saat mempersembahkan medali emas bagi Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. AFP/GOH CHAI HIN Pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad (kiri) and Indonesia's Liliyana Natsir saat mempersembahkan medali emas bagi Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Namun, dalam Olimpiade Rio de Jeneiro 2016 Indonesia kembali meraih emas, melalui sektor ganda campuran.

Setelah gagal di London, Liliyana Natsir dam Tantowi Ahmad menebus kesalahannya dengan mempersembahkan emas bagi Indonesia di Olimpiade Rio de Jeneiro 2016. Meski beda usia, mereka mampu tampil kompak di lapangan.

Terakhir di ajang Olimpiade Tokyo 2020 lalu, Indonesia juga berhasil membawa pulang emas dari ganda putri melalui pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.

Grey dan Apri menjawab keraguan publik di sektor ganda putri yang kerap dianggap kurang berprestasi.

Olimpiade London tersuram

Olimpiade London 2012 adalah memori suram bulu tangkis Indonesia. Digadang-gandang bisa melanjutkan tradisi emas, sembilan atlet yang dikirim justru gagal memberikan sekeping medali pun.

Nama-nama besar seperti Taufik Hidayat tumbang dalam ajang tersebut. Harapan Indonesia untuk meraih medali perunggu juga sirna, ketika Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir kalah dalam perebutan perunggu melawan wakil dari Denmark.

Hasil itu membuat bulu tangkis untuk pertama kalinya dalam sejarah Olimpiade gagal menyumbangkan medali bagi Indonesia.

Publik kecewa, maklum sejak Olimpiade Barcelona 1992 Indonesia selalu mendapat emas dan sejumlah medali perak ataupun perunggu.

"Target kami emas, tetapi lewat. Kami mengusahakan perunggu, tidak dapat. Kami meminta maaf," kata Liliyana Natsir kepada Harian Kompas, 3 Agustus 2012.

Pada Olimpiade London 2012 juga terjadi sebuah insiden yang tidak mengenakkan bagi Indonesia. Pasangan ganda putri Greysia Polii dan Meiliana Jauhari didiskualifikasi dari turnamen empat tahunan itu.

Pasangan ganda putri Indonesia Greysia Polii dan Apriyani Rahayu (kanan) berpose dengan medali emas bulu tangkis ganda putri pada upacara Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sports Plaza di Tokyo pada 2 Agustus 2021.AFP/ALEXANDER NEMENOV Pasangan ganda putri Indonesia Greysia Polii dan Apriyani Rahayu (kanan) berpose dengan medali emas bulu tangkis ganda putri pada upacara Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sports Plaza di Tokyo pada 2 Agustus 2021.

Badminton World Federation (BWF) mengangap bahwa Grey dan Meiliana melanggar kode etik karena sengaja mengalah di babak penyisihan grup C agar bisa terhindar dari pasangan Wang Xiaoli dan Yu Yang di babak perempat final.

"Setelah dipikir ulang, kesedihan pasti ada. Tapi mengucap syukur sama Tuhan buat keadaaan ini lebih baik daripada bersedih. Sebagai pemain pasti kejadian ini membuat kami terpukul, tapi setidaknya kami sudah berusaha dan menyelesaikan pertandingan," kata Greysia Polii seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya.

Namun kenangan pahit itu mampu dihapus oleh Grey. Ia berhasil membayarnya dengan mempersembahkan emas di Olimpiade Tokyo 2020, bersama pasangan barunya Apriyani Rahayu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Seorang Ibu di AS Disuntik Mati karena Telantarkan Anaknya

[HOAKS] Seorang Ibu di AS Disuntik Mati karena Telantarkan Anaknya

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Helikopter yang Ditumpangi Presiden Iran Terbakar

[HOAKS] Foto Helikopter yang Ditumpangi Presiden Iran Terbakar

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Belum Ada Keputusan Diskualifikasi Timnas Israel di Olimpiade Paris

[KLARIFIKASI] Belum Ada Keputusan Diskualifikasi Timnas Israel di Olimpiade Paris

Hoaks atau Fakta
Dituding Tiru Suara Scarlet Johansson, OpenAI Hapus Fitur Suara dari ChatGPT

Dituding Tiru Suara Scarlet Johansson, OpenAI Hapus Fitur Suara dari ChatGPT

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Video Lama Presiden Iran Naik Helikopter Dinarasikan Keliru

[KLARIFIKASI] Video Lama Presiden Iran Naik Helikopter Dinarasikan Keliru

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Badan Intelijen Iran Gerebek Kedubes India di Teheran

[HOAKS] Badan Intelijen Iran Gerebek Kedubes India di Teheran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pilot Helikopter Presiden Iran adalah Agen Mossad Bernama Eli Koptar

[HOAKS] Pilot Helikopter Presiden Iran adalah Agen Mossad Bernama Eli Koptar

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Mengamuk Usai Sri Mulyani Beberkan Kasus Korupsinya

[HOAKS] Prabowo Mengamuk Usai Sri Mulyani Beberkan Kasus Korupsinya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Puing Pesawat Latih, Bukan Helikopter Presiden Iran

[KLARIFIKASI] Foto Puing Pesawat Latih, Bukan Helikopter Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Vaksinasi Booster Covid-19 Runtuhkan Kekebalan Tubuh

INFOGRAFIK: Hoaks Vaksinasi Booster Covid-19 Runtuhkan Kekebalan Tubuh

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Harrison Ford Pimpin Demo Kemerdekaan Palestina

[HOAKS] Harrison Ford Pimpin Demo Kemerdekaan Palestina

Hoaks atau Fakta
Rekor dan Pencapaian Manchester City, Jawara Premier League...

Rekor dan Pencapaian Manchester City, Jawara Premier League...

Data dan Fakta
Disinformasi, Bill Gates Ciptakan Pasar untuk Vaksin Flu Burung

Disinformasi, Bill Gates Ciptakan Pasar untuk Vaksin Flu Burung

Hoaks atau Fakta
Hoaks soal Konflik Israel-Palestina, dari Kehadiran Rusia sampai Video Rekayasa

Hoaks soal Konflik Israel-Palestina, dari Kehadiran Rusia sampai Video Rekayasa

Hoaks atau Fakta
Fakta Seputar Kecelakaan Helikopter yang Tewaskan Presiden Iran

Fakta Seputar Kecelakaan Helikopter yang Tewaskan Presiden Iran

Data dan Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com