KOMPAS.com - Pencarian Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril, masih terus berlanjut. Di tengah insiden yang menimpa putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil itu, beredar berbagai informasi keliru di media sosial soal nasib Eril.
Sejak dilaporkan menghilang di Sungai Aare, Kota Bern, Swiss pada Kamis (26/5/2022), Eril belum kunjung ditemukan hingga Kamis (2/6/2022).
Kejadian ini jadi perbincangan dan sorotan publik selama sepekan penuh.
Mulai dari perkembangan pencarian, metode pencarian yang dilakukan, serba-serbi sungai Aare, kondisi keluarga Ridwan Kamil, hingga dukungan doa untuk upaya pencarian Eril membanjiri media sosial.
Keriuhan di media sosial ini tidak luput dari sebaran informasi keliru atau hoaks.
Kompas.com menemukan hoaks terkait Eril. Ada yang menyebut bahwa interpol Swiss telah menemukan Eril. Ada pula yang mengatakan posisi Eril sudah diketahui pada pencarian hari kelima.
Baca juga: [HOAKS] Video Detik-detik Interpol Swiss Temukan Eril
Setelah ditelusuri, rupanya tidak ada bukti yang menguatkan klaim tersebut.
Di tengah musibah dan keluarga yang diliputi duka, mengapa masih ada saja yang tega menyebar hoaks? Simak penjelasan psikolog berikut.
Psikolog klinis PT Personal Growth, Maria Gita Belinda menilai bahwa tindakan menyebar hoaks semacam ini salah satunya dilatarbelakangi oleh ketertarikan pada satu isu yang ramai diperbincangkan.
"Sebenarnya ada banyak hal yang bisa mendasari orang menyebarkan hoaks, terutama terkait informasi yang sedang populer," ujar Gita saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/6/2022).
Kecenderungan manusia untuk diakui, mendorong beberapa orang bertindak cepat dalam mendapat informasi atau ingin up to date. Meski informasi yang mereka dapat belum terbukti kebenarannya.
"Salah satunya, adanya keinginan untuk dianggap paling update. Mereka merasa keren atau hebat kalau dianggap paling tahu info terkini," kata Gita.
Selain dorongan tersebut, ada juga yang memang sengaja menyebar provokasi.
Menurut Gita, terlepas dari kejadian hilangnya Eril, keinginan melakukan provokasi juga bisa menjadi faktor yang membuat orang menyebarkan hoaks.
"Hoaks kan bisa memicu kebingungan dan dalam situasi bingung orang cenderung terburu-buru dalam memutuskan. Hal ini merupakan salah satu bentuk provokasi," ucap dia.
Baca juga: [HOAKS] Pencarian Hari Ke-5 di Swiss, Posisi Emmeril Kahn Sudah Diketahui