KOMPAS.com - Kasus monkeypox atau cacar monyet yang baru-baru ini dilaporkan sejumlah negara, tidak berkaitan dengan Covid-19 dan vaksinnya.
Berdasarkan laporan yang diterima Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari 92 kasus yang dikonfirmasi dan 28 kasus dugaan cacar monyet telah dilaporkan dari 12 negara anggota yang tidak endemik virus, tidak ada perubahan transmisi penyakit seperti yang terjadi sejak 1985.
Epidemiolog Indonesia untuk Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, cacar monyet juga bukan diakibatkan oleh vaksin.
Penyakit ini sudah ada sejak 1958 dan ditemukan pada monyet, kemudian diteliti di laboratorium Denmark.
Kasus infeksi pertama cacar monyet pada manusia terjadi pada 1970, yang dialami seorang anak di Kongo.
Di media sosial, beredar narasi yang mengaitkan cacar monyet dengan Covid-19 dan vaksinnya. Dicky membantah klaim tersebut.
"Kaitan dengan cacar monyet ini jelas sekali tidak punya dasar yang kuat. Virus ini ada di hewan dan sudah ada sejak lama. Pada banyak kasus, monkeyfox ini terjadi di negara endemik seperti Afrika," ucap Dicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/5/2022).
Dicky menjelaskan, ang membuat seseorang terinfeksi cacar monyet adalah sebaran virusnya. Media penularan bisa melalui lesi, cairan tubuh, droplet, maupun kontak dengan permukaan benda yang terkontaminasi, misalnya sprei tempat tidur.
Namun, risiko penularan dari virus ini juga dimungkinkan apabila manusia mengonsumsi daging hewan yang terinfeksi, serta belum memasaknya secara sempurna.
"Data yang saat ini ada erat kaitannya dengan klaster, artinya ada transmisi yang bisa ditunjuk karena si itu, karena si itu. Ini juga bisa dijelaskan karena kontak erat. Itu membantah dengan sendirinya dengan vaksinasi," kata Dicky.
Hingga kini belum ada data yang mengaitkan jumlah penderita cacar air yang pernah mengalami Covid-19 atau mendapat vaksin Covid-19.
Kendati demikian, klaim yang mengatakan bahwa vaksin mengakibatkan cacar monyet, menurut Dicky, tidak dapat dibenarkan.
"Jadi kalau dikaitkan dengan efek vaksinasi, selain jauh dari kebenaran juga lemah sekali argumennya," ujarnya.
Setelah lebih dari dua tahun hidup melalui pandemi, dapat dimengerti bahwa kabar tentang wabah di beberapa negara menimbulkan kekhawatiran.
Namun, para ahli kesehatan mengatakan bahwa cacar monyet tidak seperti virus corona, bahkan jika banyak kasus yang dilaporkan di beberapa negara.
“Ketika pengawasan meluas, kami berharap lebih banyak kasus akan terlihat. Tetapi kita perlu menempatkan ini dalam konteks karena ini bukan covid,” kata pimpinan teknis WHO untuk Covid-19, Dr Maria Van Kerkhove, dikutip dari New York Times, Selasa (24/5/2022).
Dia berpendapat, penularan virus monkeypox dari manusia ke manusia cukup langka.
“Penularan benar-benar terjadi dari kontak fisik yang dekat, kontak kulit ke kulit. Jadi sangat berbeda dari covid dalam pengertian itu,” ujar Kerkhove.
Virus ini juga dapat menyebar dengan menyentuh atau berbagi barang-barang yang terinfeksi seperti pakaian dan tempat tidur, atau melalui droplet yang dihasilkan oleh bersin atau batuk.
Virus corona dapat menyebar melalui partikel yang jauh lebih kecil yang disebut aerosol dengan kemampuan menempuh jarak lebih dari enam kaki. Namun, cacar monyet berbeda.
Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa virus cacar monyet telah berevolusi atau menjadi lebih menular.
Virus DNA seperti cacar monyet pada umumnya sangat stabil dan berkembang sangat lambat dibandingkan dengan virus RNA
Kendati demikian, para ahli menjelaskan peningkatan kasus cacar monyet baru-baru ini dikaitkan dengan kontak manusia dengan hewan, yang juga dikenal sebagai limpahan zoonosis.
Pola penularan semacam ini menjadi lebih umum dalam beberapa dekade terakhir.
Para peneliti memperkirakan, hal ini terjadi karena meningkatnya urbanisasi dan penggundulan hutan, sehingga manusia dan hewan liar semakin sering bersentuhan.
Beberapa hewan pembawa virus zoonosis, seperti kelelawar dan hewan pengerat, sebenarnya telah menjadi lebih melimpah, sementara yang lain telah memperluas atau mengadaptasi habitatnya karena perkembangan perkotaan dan perubahan iklim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.