Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Pribadi yang Sebaiknya Tidak Disebarkan di Medsos

Kompas.com - 07/03/2022, 08:53 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial (medsos) membantu kita terhubung dengan banyak orang. Namun, hati-hati dalam menggunakan medsos, terutama menyangkut data pribadi.

Membagikan data pribadi secara sembarangan di medsos berdampak buruk bagi keamanan digital kita. Mulai dari peretasan rekening bank, akun media sosial, hingga penipuan berkedok meminta uang ke kerabat dan kenalan korban.

Maka, informasi seperti data perbankan, keuangan, surat-menyurat, hingga riwayat aktivitas kita sehari-hari bisa menjadi sumber data yang penting.

Data tersebut dapat dimanfaatkan oleh peretas atau penipu untuk mengakses berbagai akun digital.

Baca juga: [Kabar Data] Kesadaran Keamanan Data Pribadi Masyarakat dalam Angka

Lantas, data pribadi macam apa saja yang sebaiknya tidak disebar di media sosial?

NIK dan KTP

Pengamat teknologi informasi sekaligus pakar digital forensik, Ruby Alamsyah mengatakan bahwa data paling penting yang tidak boleh disebarkan di media sosial adalah nomor induk kependudukan (NIK).

"Data pribadi pada umumnya untuk semua orang, termasuk kategori yang cukup privat yang harus kita jaga, satu pastinya adalah NIK," tutur Ruby saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/3/2022).

Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2013, data pribadi merupakan data perseorangan yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

"Karena NIK kita mirip seperti single identity number di Indonesia," ucap Ruby.

Selain NIK, pihaknya juga mengimbau agar masyarakat jangan pernah menyebar foto kartu tanda penduduk (KTP) atau swafoto dengan KTP.

"Foto e-KTP jangan pernah disebar juga, karena bisa disalahgunakan. Nanti diambil dipakai orang, akhirnya bisa disalahgunakan untuk pinjaman online dan lain-lain," ujar Ruby.

Baca juga: 5 Informasi tentang Anak yang Sebaiknya Tidak Dibagikan di Media Sosial

Hal ini karena syarat sistem perbankan, perpajakan, hingga pinjaman online mensyaratkan foto KTP dan swafoto dengan KTP. Menyebar foto tersebut hanya memberi pintu masuk bagi para peretas dan penipu.

Selain itu, data-data yang tercantum di KTP juga terbilang penting. Di samping NIK, ada nama lengkap, jenis kelamin, agama, status, golongan darah, alamat, tempat, dan tanggal lahir yang merupakan data pribadi penting.

Ilustrasi media sosialDok. Shutterstock Ilustrasi media sosial

Data pribadi lainnya

Selain NIK dan KTP, ada data pribadi penting lainnya yang tidak boleh sembarangan disebarkan di media sosial, yakni nomor ponsel dan email.

"Email sama nomor handphone itu bisa menjadi celah, kita menjadi korban penyalahgunaan data pribadi. Kita bisa menerima email spam, email scam atau penipuan, akhirnya kita membuka celah, membuka diri menjadi calon korban," ujar Ruby.

Nomor ponsel dan email menjadi pintu masuk untuk berbagai akun digital. Hampir semua aplikasi di smartphone membutuhkan akses nomor ponsel dan email.

Baca juga: AJI: Pemerintah Jangan Sembarang Cap Hoaks di Kasus Wadas

Sistem One Time Password atau OTP juga memanfaatkan nomor ponsel atau email untuk memverifikasi sebuah transaksi atau pendaftaran.

Maka, data-data yang berhubungan dengan akses akun digital dan perbankan, menurut Ruby sebaiknya tidak disebarkan di media sosial.

"Nama ibu kandung, foto kartu kredit, foto paspor," ujar Ruby.

Kebocoran data pribadi

Ruby menambahkan, sebagian besar kasus kebocoran data pribadi tidak melulu akibat kelalaian masyarakat atau pengguna media sosoal.

Dia berkaca pada kasus kebocoran data pribadi dari laman BPJS Kesehatan yang ramai pada Mei 2021 lalu.

Sekitar 279 juta data personal seperti data kesehatan, rekening pembayaran, nama, alamat, nomor KTP dan sebagainya dibobol dari laman BPJS Kesehatan.

"Bisa dibilang, masyarakat sudah enggak ada lagi data pribadi mereka yang aman karena sudah terekspos. Mulai dari 2019 kasus bocornya Bukalapak, lalu Tokopedia, KPU dan lain-lain itu lengkap. Pas terakhir BPJS itu," ujar Ruby.

Baca juga: Tren Misinformasi dan Disinformasi yang Berkembang Sejak Konflik Rusia-Ukraina Dimulai

Menurut dia, kebocoran data pribadi yang paling riskan dan masif paling sering terjadi ketika data berada di pihak yang seharusnya menyimpan dan memproses data.

"Sedangkan yang terjadi selain kesalahan pribadi adalah kesalahan instansi atau pun pihak-pihak yang menyimpan dan memproses data kita," kata Ruby.

Untuk membangun sistem keamanan digital yang benar-benar baik, menurut Ruby, tidak hanya bertumpu pada usaha tiap individu untuk menjaga kerahasiaan data pribadinya.

Namun, institusi yang menyimpan dan memproses data tersebut juga turut memegang peran penting dalam menjaga keamanan digital.

Misalnya, instansi pemerintah, perusahaan e-commerce, dan sebagainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Puan Promosikan Obat Nyeri Sendi

[HOAKS] Puan Promosikan Obat Nyeri Sendi

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Azan Berkumandang di Lancaster House, Bukan Istana Buckingham

[KLARIFIKASI] Azan Berkumandang di Lancaster House, Bukan Istana Buckingham

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks The Simpsons Prediksi Nyamuk Wolbachia, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Hoaks The Simpsons Prediksi Nyamuk Wolbachia, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Sri Mulyani Sebut Jokowi Lunasi Utang Negara di Sidang MK

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Sri Mulyani Sebut Jokowi Lunasi Utang Negara di Sidang MK

Hoaks atau Fakta
Fakta Timnas Indonesia: Patahkan Tradisi Olimpiade Korsel, Brace Perdana Rafael Struick

Fakta Timnas Indonesia: Patahkan Tradisi Olimpiade Korsel, Brace Perdana Rafael Struick

Data dan Fakta
Benarkah Penembak Jitu Disiagakan Saat Unjuk Rasa Pro-Palestina di Ohio State University?

Benarkah Penembak Jitu Disiagakan Saat Unjuk Rasa Pro-Palestina di Ohio State University?

Hoaks atau Fakta
Konten Satire soal Batas Usia Pengguna Spotify

Konten Satire soal Batas Usia Pengguna Spotify

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto RA Kartini Memakai Kerudung dan Kacamata

[HOAKS] Foto RA Kartini Memakai Kerudung dan Kacamata

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] KPU Jatim Belum Keluarkan Spesimen Surat Suara Pilkada 2024

[KLARIFIKASI] KPU Jatim Belum Keluarkan Spesimen Surat Suara Pilkada 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bantuan Dana Rp 75 Juta dari BPJS Kesehatan

[HOAKS] Bantuan Dana Rp 75 Juta dari BPJS Kesehatan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bendera GAM Berkibar Setelah Prabowo Menang Sengketa Pilpres di MK

[HOAKS] Bendera GAM Berkibar Setelah Prabowo Menang Sengketa Pilpres di MK

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Momen Surya Paloh Cium Tangan Jokowi Sebelum Pilpres 2024

[VIDEO] Momen Surya Paloh Cium Tangan Jokowi Sebelum Pilpres 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Anak di Jayapura Tidak Tertular Virus Misterius yang Menyebar Lewat Angin

[KLARIFIKASI] Anak di Jayapura Tidak Tertular Virus Misterius yang Menyebar Lewat Angin

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks, Video Jet Misterius Terlihat Dekat Israel

INFOGRAFIK: Hoaks, Video Jet Misterius Terlihat Dekat Israel

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konteks Keliru, Jokowi Dinarasikan Mengancam Rakyat

INFOGRAFIK: Konteks Keliru, Jokowi Dinarasikan Mengancam Rakyat

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com