Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan temuan kasus cacar monyet pertama di Indonesia pada Agustus lalu pada seorang laki-laki berusia 27 tahun asal DKI Jakarta.
Meski di Indonesia baru sedikit ditemukan, tetapi secara global, kasus cacar monyet masih menjadi perhatian karena ada puluhan ribu kasus yang ditemukan.
Menurut catatan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), hingga Rabu (21/9/2022), ada 64.290 total kasus terkonfiirmasi cacar monyet secara global.
Di tengah perhatian global soal penyakit ini, beredar klaim di media sosial yang menyiratkan bahwa penyakit cacar monyet hanyalah tipuan.
Foto dari penyakit herpes zoster atau cacar ular yang disalahgunakan untuk membuktikan bahwa cacar monyet tidak nyata.
Narasi di media sosial
Pada 21 Mei 2022, akun Facebook ini mengunggah tangkapan layar dari dua artikel, yang menunjukkan foto tangan dengan lesi mirip gejala cacar.
Tangkapan layar artikel pertama bersumber dari Departemen Kesehatan di Queensland, Australia, tentang cacar ular, penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus varicella zoster. Artikel itu menggunakan gambar tangan dengan lesi.
Artikel kedua bersumber dari situs HealthSite yang terbit pada Juli 2021. Artikel itu menggunakan gambar yang sama untuk membahas cacar monyet.
"Hmm....menarik...lihat tanggal artikelnya…" tulisnya, dalam terjemahan bahasa Indonesia.
Unggahan itu menarik perhatian banyak pengguna, hingga ditafsirkan sebagai bukti bahwa cacar monyet adalah tipuan.
Tangkapan layar itu pun disebarkan ulang oleh pengguna media sosial lainnya contohnya seperti di akun Facebook ini, Twitter ini, dan Instagram ini.
Banyak komentar menganggapi unggahan itu sebagai bukti bahwa cacar monyet adalah tipuan, bagian dari rencana vaksinasi, bahkan trik jelang pemilihan umum.
Berikut beberapa komentarnya:
"Lebih banyak kebohongan dari negara terdalam! Ingin Anda berbaris untuk booster itu! Tidak mungkin!"
"Atau efek samping dari vaksin. Tidak sesuai dengan agenda mereka, jadi ini dia lagi dan lagi," tulis salah satu komentar.
"Kita SEMUA TAHU mereka akan mencoba sesuatu yang lain untuk 'mencoba membuat Panic' untuk mendorong 'Mail in Balloting' mereka sebelum pemilihan Mid Term. Semakin dekat tanggalnya, semakin 'Lebih buruk' ini akan terjadi ..... bersiap untuk melihat mereka mencoba melakukan ini, apa yang mereka dapatkan dengan virus," tulis komentar lainnya.
Namun, ada konteks dan penjelasan yang hilang dari dua tangkapan layar tersebut. Lantar, bagaimana menempatkan konteks yang benar?
Foto telah diganti
Dilansir dari USA Today, Rabu (21/9/2022), salah satu pengguna Twitter yang mengunggah tangkapan layar yang beredar itu sebenarnya tidak bermaksud untuk menyangkal adanya penyakit cacar monyet.
Dia hanya ingin menunjukkan bagaimana sebuah situs secara keliru menggunakan gambar cacar ular atau herpes zoster, sebagai gambar untuk artikel soal cacar monyet.
Adapun situs HealthSite telah mengganti foto pada artikelnya. Tertera tanggal pembaruan artikel pada 23 Mei 2022. Adapun foto itu kini sudah tidak sama lagi dengan gambar tangan berlesi seperti di laman Departemen Kesehatan Queensland.
Artikel ini disalin dengan foto yang sama pada situs web lain, yakni 247 News Around the World. Arsipnya dapat dilihat di sini.
Kemudian, artikel itu juga secara keliru menggunakan foto cacar ular dan kemudian mengubahnya untuk foto yang berbeda.
Artikel itu menceritakan tentang warga AS yang tertular cacar monyet dan dirawat di rumah sakit setelah melakukan perjalanan dari Nigeria ke Amerika Serikat.
Dua penyakit yang berbeda
Cacar monyet dan cacar ular adalah dua penyakit nyata yang berbeda.
Cacar monyet disebabkan oleh virus dari keluarga kelompok Orthopoxvirus. Gejala penyakit ini biasanya dimulai dengan demam, sakit kepala dan kelelahan dan kemudian berkembang menjadi benjolan.
Sementara, cacar ular disebabkan oleh virus varicella zoster, yang sama dengan yang menyebabkan cacar air.
Menurut National Institute on Aging, sekitar satu dari tiga orang yang menderita cacar air akan mengalami herpes zoster atau cacar ular, yang merupakan reaktivasi virus tersebut.
Gejalanya bervariasi tetapi beberapa di antaranya yakni kulit lecet, terasa nyeri terbakar, kesemutan, gatal, hingga demam.
Kesalahpahaman ini terjadi karena penggunaan foto yang berbeda untuk menggambarkan cacar monyet.
Meskipun para ilmuwan masih meneliti asal-usulnya dan bagaimana penyebarannya, ada banyak dokumentasi cacar monyet dari sumber resmi.
Mulai dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), CDC, perpustakaan medis, dan outlet berita telah merinci sejarah, penularan, dan mekanisme pencegahan virus.
Sehingga, meski foto yang dipasang keliru bukan berarti virus cacar monyet tidak ada.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/09/23/082800882/cek-fakta--kesalahpahaman-soal-cacar-ular-dan-cacar-monyet