Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kebohongan dalam Awal Kasus Brigadir J Dinilai Membuat Publik Sulit Percaya Polisi

KOMPAS. com - Kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat atau Brigadir J mulai menemukan titik terang setelah Inspektur Jenderal Ferdy Sambo ditetapkan menjadi tersangka.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun telah memberi keterangan terkait adanya kebohongan di awal kasus, berupa skenario tewasnya Brigadir J yang dilakukan oleh Ferdy Sambo.

Dalam kasus tersebut tidak ada peristiwa saling tembak antara Brigadir J dengan Bharada E seperti yang disampaikan oleh pihak Ferdy Sambo di awal kasus ini.

Ferdy Sambo pun akhirnya diketahui menjadi orang yang terlibat dalam kasus pembunuhan penuh drama tersebut.

Kebohongan dalam awal kasus tewasnya Brigadir J pun dinilai membuat kepercayaan publik kepada institusi polisi berkurang.

Selain karena kasus tersebut menyeret sejumlah nama petinggi Polri, tewasnya Brigadir J juga dipenuhi oleh kebohongan yang direkayasa.

Surutnya kepercayaan publik itu terlihat dari berbagai kicauan masyarakat di media sosial, termasuk beredarnya banyak hoaks terkait kasus ini.

Apalagi, hoaks itu banyak yang beredar saat kasus masih gelap dan masyarakat disuguhkan narasi oleh polisi, yang kemudian diketahui sebagai rekayasa dari pihak Ferdy Sambo.

Meskipun, publik kemudian mengapresiasi Kapolri yang berupaya mengembalikan kepercayaan publik dengan mengungkap kasus dan menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka.

Sulit dikembalikan

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menuturkan, ditetapkannya Ferdy Sambo sebagai tersangka menjawab pertanyaan masyarakat sejak awal, terkait otak pembunuhan Brigadir J.

Akan tetapi, sulit untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada institusi Polri saat ini masih sulit.

“Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat seperti awal, masih sangat jauh ya. Karena saya melihat ini sekadar obat pereda nyeri saja, kalau tidak dilanjutkan dengan bersih-bersih di internal kepolisian,” kata Bambang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/08/2022).

Padahal, sebelumnya pada Juni lalu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas banyak masyarakat menilai Polri sudah menjalankan tugas dengan baik.

Dalam laporan itu, disebutkan bahwa dalam hal menegakkan hukum, 11,3 persen responden mengaku kinerja Polri sudah sangat baik dan 58,2 persen lainnya menyatakan baik.

Kepercayaan itu, menurut Bambang, berpotensi luntur ketika publik dipertontonkan sebuah kebohongan sejumlah petinggi dan anggota Polri dalam kasus tewasnya Brigadir J.

"Karena kan masyarakat melihat tontonan yang tidak elok di internal kepolisian. Bukan sekadar kasus penembakannya, tetapi juga upaya untuk merekayasa kasus ini yang dilakukan oleh kelompok di internal kepolisian. Dan itu dilakukan lintas satuan," kata Bambang.

Menurut dia, kasus tewasnya Brigadir J ini harusnya menjadi momen untuk bersih-bersih institusi Polri.

Sebab, tidak menutup kemungkinan di tubuh Polri juga terdapat kelompok-kelompok serupa, yang kerap menutupi dan membelokkan masalah.

"Kalau di Mabes Polri ada kelompok-kelompok seperti itu, artinya di tempat lain ada kelompok-kelompok lain yang berperilaku seperti itu. Saling menutupi, terus membelokkan masalah. Kasus ini adalah puncak gunung es dari problem internal kepolisian," kata Bambang.

Introspeksi dan pekerjaan rumah

Penanganan kasus tewasnya Brigadir J dinilai lamban oleh beberapa pihak. Satu bulan lebih masyarakat dipertonton dengan kasus yang penuh drama ini. Hingga akhirnya, kasus tersebut diambil alih dan ditangani oleh pihak Bareskrim Polri.

Sebagai pengamat kepolisian, Bambang Rukminto menilai bahwa kasus ini menjadi ujian dan tamparan bagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan introspeksi.

Ia mencatat, dalam kasus ini Presiden Joko Widodo telah memberikan teguran sebanyak empat kali.

Bambang menjelaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di internal Polri. Selain kultur militeristik, ada pula kelompok-kelompok atau geng-geng di internal kepolisian yang harus ditangani.

“Kemudian juga terkait manajemen sumber daya manusia (SDM). Selain itu juga terkait dengan peraturan-peraturan Kapolri tentang kode etik dan disiplin juga lemah, bahkan ada kecenderungan menjadi tempat menghindar personel dari upaya pidana," ujarnya.

Saat ini, terdapat 31 orang anggota Polri yang telah dilakukan pemeriksaan terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Hal ini dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi dan penghilangan barang bukti dalam kasus kematian Brigadir J.

Terkait hukuman yang harus dijatuhkan kepada 31 personel tersebut, Bambang menilai harus disesuaikan dengan tingkat kesalahan mereka masing-masing.

"Tetapi yang penting harus dibuka seterang benderangnya apa motif yang dilakukan oleh mereka," ujar Bambang.

https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/08/10/132336982/kebohongan-dalam-awal-kasus-brigadir-j-dinilai-membuat-publik-sulit

Terkini Lainnya

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

Hoaks atau Fakta
Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke