Verawaty juga punya andil bagi tim Indonesia saat memenangkan Piala Sudirman pada 1989. Selain gelar juara dunia untuk tunggal putri pada 1980, Verawaty memenangi pula Kejuaraan Dunia 1986 dan 1989 dari nomor ganda campuran bersama Eddy Hartono.
Selain itu, Verawaty pernah pula menjadi finalis Kejuaraan Dunia untuk nomor ganda putri bersama Imelda pada 1980 dan di nomor ganda campuran bersama Eddy Hartono pada 1989.
Terakhir membawa nama negara, Verawaty mempersembahkan medali emas Asian Games 1990 dari nomor ganda campuran berpasangan dengan Eddy Hartono, dari nomor ganda putri berpasangan dengan Lili Tampi.
Baca juga: Meninggal, Ini Profil Verawaty Fajrin, Legenda Bulu Tangkis Indonesia
Dalam rentetan prestasi-prestasi Verawaty, di nomor ganda putri dia antara lain pernah berpasangan dengan Imelda Wigoena, Ruth Damayanti, Ivanna Lie, Rosiana Tendean, Yanti Kusmiati, dan Lili Tampi. Adapun di nomor ganda campuran, dia pernah berpasangan dengan Bobby Ertanto dan Eddy Hartono.
Penampilan terakhirnya di publik dengan label pemain bulu tangkis adalah saat menyerahkan obor Asian Games 2018 ke Presiden Joko Widodo.
Lihat postingan ini di Instagram
Selain keluarga dan Ferry Sonneville, perjalanan Verawaty sebagai legenda bulu tangkis putri Indonesia juga tak terlepas dari sosok bernama Minarni.
Pada kurun 1960-1970, Minarni adalah nama besar pebulu tangkis putri Indonesia di kancah internasional. Sempat mengundurkan diri karena menikah, Minarni kembali kembali bermain di lapangan lagi pada 1974, setelah punya tiga anak.
Prestasi Minarni tak surut setelah kembali. Dia langsung menyabet gelar juara Kejurnas 1974, berpasangan dengan Retno Kustiah. Setahun kemudian, dia memimpin tim putri Indonesia memenangi Uber Cup.
Baca juga: Jejak Indonesia di Sejarah Badminton Olimpiade dari Masa ke Masa
Lalu, Minarni mundur lagi dari lapangan. Lalu, balik lagi. Comeback kedua bukan untuk menjadi pemain lagi.
Sudah cukup ambisi Minarni membuktikan diri bahwa pemain putri Indonesia bisa berjaya laiknya pemain putra di laga dunia. Saat itu adalah era Rudy Hartono, penggenggam delapan gelar juara All England. Kali ini, Minarni kembali untuk menjadi pelatih.
Menjadi pelatih, ambisi Minarni hanya satu, melambungkan Verawaty ke level tertinggi. Dan terbukti. Kisah Minarni dan Verawaty Fajrin antara lain diungkap dalam artikel harian Kompas edisi 20 Maret 1976, berjudul Ambisi Minarni.
Kisah Verawaty semakin digali semakin menginspirasi. Ada teramat banyak peristiwa dan nama yang turut tergali pula. Kini, Verawaty telah berpulang. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, selamat jalan, Verawaty....
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Catatan:
Seluruh artikel harian Kompas yang menjadi bahan dalam tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.