Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Kompas.com - 23/05/2024, 20:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para ilmuwan telah menemukan kemungkinan asal mula medan magnet Matahari.

Dikutip dari CNN, Rabu (22/5/2024), temuan ini sekaligus membantah dugaan para ilmuwan selama ini.

Dengan menggunakan simulasi komputer yang kompleks, mereka mendapati medan magnet Matahari muncul dari ketidakstabilan plasma di seluruh lapisan terluar permukaan Matahari, bukan bukan dari dalam bintang.

Jika benar, temuan ini dapat memberi peluang yang lebih baik untuk memprediksi jilatan api Matahari dan badai yang dapat menyebabkan pemadaman listrik, melumpuhkan internet, dan bahkan membuat satelit jatuh ke Bumi.

Para peneliti mengungkapkan temuan mereka dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature.

Baca juga: Muncul Bintik Matahari Baru, Akankah Kembali Picu Aurora?


Bagaimana penelitian menjelaskan penemuan tersebut?

Dilansir dari Live Science, Rabu, Matahari adalah bola plasma raksasa dengan muatan ion-ion yang berputar untuk menciptakan medan magnet kuat.

Wilayah plasma yang mengalir dan bergolak tersebut dikenal sebagai "zona konveksi", yang mencakup sepertiga teratas radius Matahari, membentang dari permukaan hingga sekitar 124.000 mil (200.000 kilometer) di bawah permukaannya.

Meski demikian, garis-garis medan magnet tidak dapat bersilangan satu sama lain, sehingga terkadang menjadi kusut dan patah secara tiba-tiba.

Kondisi itu memicu semburan radiasi yang disebut jilatan api Matahari atau gumpalan besar material surya yang disebut lontaran massa koronal (CME) ke luar angkasa.

Baca juga: Virus Raksasa Berusia 1,5 Miliar Tahun Ditemukan di Yellowstone, Ungkap Asal-usul Kehidupan di Bumi

Setelah diluncurkan, CME bergerak dengan kecepatan jutaan mil per jam dan menyapu partikel bermuatan dari angin Matahari untuk membentuk gabungan gelombang raksasa.

Jika diarahkan ke Bumi, gelombang raksasa itu dapat memicu badai geomagnetik.

Namun, para peneliti tidak yakin secara pasti dari mana sebagian besar daya tarik Matahari berasal.

Sebelumnya, para ilmuwan telah mencoba menyelesaikannya menggunakan simulasi komputer 3D untuk memetakan aliran plasma. Akan tetapi, model ini cenderung terlalu sederhana.

“Simulasi tersebut memerlukan jutaan jam pada fasilitas superkomputer nasional, namun apa yang dihasilkannya masih jauh dari gejolak Matahari sebenarnya,” kata Burns.

Baca juga: Bukan Mei 2024, Ini Badai Matahari Terkuat yang Pernah Tercatat dalam Sejarah

Gunakan data yang berbeda dari sebelumnya

Untuk studi baru ini, para peneliti beralih ke data yang diambil dari bidang yang dikenal sebagai helioseismology.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com