Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendaki Harus Melewati "Death Zone" untuk Mencapai Puncak Everest, Apa Itu?

Kompas.com - 03/01/2024, 15:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para pendaki dari seluruh penjuru dunia harus melewati death zone atau zona kematian untuk bisa meraih puncak Gunung Everest.

Namun seperti namanya, banyak pendaki terpaksa mengorbankan nyawa saat berada di titik ini.

Di sana, manusia akan kesulitan bernapas dan mengalami gangguan kesehatan karena kadar oksigen menipis di puncak tertinggi dunia tersebut.

Pendaki Everest yang gagal melewati death zone biasanya akan menemui maut, dan tergeletak begitu saja di sepanjang lereng gunung.

Kondisi gunung yang tinggi sulit untuk membawa mereka turun sehingga banyak mayat dibiarkan tetap berada di "pelukan" Everest. 

Waktu berlalu, mayat yang berserakan justru menjadi petunjuk jalan bagi pendaki lain.

Baca juga: Lebih dari 300 Pendaki Tewas di Gunung Everest, Bagaimana Mayatnya?


Apa itu death zone Everest?

Puncak Gunung Everest berada di ketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Diberitakan Mirror (31/12/2023), orang yang melakukan pendakian di gunung tersebut pada ketinggian di atas 8.000 mdpl berarti memasuki lokasi yang sering disebut death zone.

Di lokasi ini, beberapa pendaki akan merasa euforia atau kegembiraan karena sebentar lagi mencapai puncak. Sayangnya, keinginan itu akan berakibat fatal.

Ini karena kondisi angin kencang di death zone ditambah tubuh kekurangan oksigen, dehidrasi, dan kelelahan membuat pendaki kurang hati-hati hingga akhirnya meninggal.

Diperkirakan sekitar 200 mayat pendaki tergeletak di lereng Everest. Karena sulit dipindahkan, mereka menjadi penanda ketinggian dan lokasi di gunung tersebut.

Sesosok mayat yang disebut green boots karena memakai sepatu hijau, menjadi tanda para pendaki sudah memasuki death zone. Mayat itu sudah ada di ceruk berbatu lereng gunung selama 20 tahun.

Suhu gunung yang dingin membuat mayat itu terpelihara dan terawetkan dengan baik, dan hingga kini berguna sebagai peringatan bagi para pendaki yang ingin memasuki zona kematian.

Baca juga: Apa Itu Sherpa, yang Videonya Viral Selamatkan Pendaki Malaysia di Gunung Everest?

Kondisi tubuh di death zone

Ilustrasi pendakian Gunung Everest Ilustrasi pendakian Gunung Everest
Seorang pendaki mengaku merasa seperti berlari di atas treadmill dan bernapas melalui sedotan saat berada di zona kematian.

Sementara pendaki lain menyebut dirinya seperti sekarat dan berpacu dengan waktu agar tidak meninggal.

Halaman:

Terkini Lainnya

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

Tren
Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Tren
'Whistleblower' Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

"Whistleblower" Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

Tren
9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

Tren
Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Tren
Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Tren
Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Tren
Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Tren
Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Tren
Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com