KOMPAS.com - Media sosial X (dulu Twitter) diramaikan dengan beberapa unggahan warganet yang mengeluhkan cuaca yang disebut kembali memanas.
Warganet keheranan mengapa beberapa hari belakangan ini cuaca kembali panas. Padahal sebelumnya, cuaca sempat terasa sejuk berkat hujan.
“Perasaan kemarin Semarang suasananya enak udh mulai adem sejuk, kok skrg panas lagi yaa. Mana panas bgt uuu, kalian ngerasa sama gasii? -dips!” tulis warganet di akun @undipmenfess, Sabtu (16/12/2023).
“Tempat kalian balik ke musim panas lagi atau stay di musim hujan sih? Kok Bandung malah panas lagi ya, mana panas banget,” tulis akun @papaojol, Jumat (15/12/2023).
“Cuaca nya lagi panas mulu, udah 3 atau 4 hari ya? setiap tidur jadi mandi keringet lagi,” ketik @_av0caddo, Sabtu (16/12/2023).
Lantas, mengapa cuaca pada beberapa hari belakangan ini kembali terasa panas?
Baca juga: Ramai soal Fenomena Batas Hujan, Ini Penjelasan BMKG
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto membenarkan bahwa suhu meningkat pada beberapa hari belakangan ini.
“Kondisi tersebut tentunya dipengaruhi oleh kondisi dinamika atmosfer di mana dalam beberapa hari terakhir aktivitas fenomena atmosfer yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan curah hujan,” ujar Guswanto kepada Kompas.com, Minggu (17/12/2023).
Aktivitas fenomena atmosfer tersebut terlihat pada kondisi El Nino dan Dipole atau kondisi naik-turunnya suhu permukaan laut.
“Kondisi El Nino Moderate dan Dipole Mode Positif menunjukkan potensi curah hujan rendah untuk wilayah Indonesia,” ungkapnya.
Guswanto mengungkapkan, potensi curah hujan rendah tersebut diketahui dari analisis kondisi iklim global.
“Hasil analisis kondisi iklim global menunjukkan kondisi El Nino Moderat dengan nilai NINO 3.4 sebesar +1.70 dan nilai SOI sebesar -6.0,” kata dia.
“Nilai DMI sebesar +1.21 juga menunjukkan Dipole Mode Positif,” lanjutnya.
Baca juga: Awan Hujan Disebut Tak Mau Mendekat ke Yogyakarta, Ini Penjelasan BMKG
Sementara dari hasil analisis kondisi regional per tanggal 16 Desember 2023, curah hujan di Indonesia belum merata.
Padahal, hujan dapat mengurangi hawa panas dan teriknya sinar Matahari karena pengaruh pergerakan awan hujan.
Lebih lanjut, curah hujan yang belum merata itu diketahui dari analisis Outgoing Longwave Radiation (OLR), Madden Julian Oscillation (MJO), dan aktivitas gelombang ekuator.
“Analisis OLR, MJO, dan aktivitas gelombang ekuator menunjukkan kecenderungan peningkatan aktivitas konvektif di Pulau Sumatera bagian utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua,” ucap Guswanto.
Selain itu, potensi curah hujan yang tidak merata juga dilihat dari pantauan daerah konvergensi yang hanya terjadi pada sejumlah wilayah.
“Pantauan daerah konvergensi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan pertumbuhan awan hujan di Laut Natuna, Sumatera bagian utara dan tengah, Kalimantan bagian selatan, Selat Makassar, Sulawesi bagian selatan, Laut Flores, Laut Banda, dan Laut Arafura, NTT dan Maluku,” tambahnya.
Baca juga: Warganet Sebut Langit Bolong di Yogyakarta Sebabkan Cuaca Gerah, Ini Penjelasan BMKG
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.