KOMPAS.com - Bank Indonesia dipastikan akan tetap melakukan redenominasi rupiah sesuai rencana.
Diberitakan Kompas.com, Jumat (23/6/2023), Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, telah mempersiapkan redenominasi sejak lama.
BI sebagai bank sentral juga hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menerapkan mata uang rupiah redenominasi.
Redenominasi sendiri merupakan penyederhanaan mata uang suatu negara, tanpa mengubah nilai tukarnya.
Misalnya, berdasarkan rencana BI, nominal Rp 1.000 akan diredenominasi menjadi Rp 1, uang Rp 10.000 menjadi Rp 10, serta Rp 100.000 menjadi Rp 100.
"Kami dari dulu sudah siap, jadi redenominasi itu sudah kami siapkan dari dulu masalah desainnya, kemudian juga tahapan-tahapannya itu sudah kami siapkan sejak dari dulu secara operasional dan bagaimana untuk langkah-langkahnya," kata Perry dalam konferensi pers, Kamis (22/6/2023).
Sebelum Indonesia, beberapa negara di dunia juga pernah melakukan redenominasi terhadap mata uang masing-masing.
Lantas, mana saja negara yang melakukan redenominasi mata uang?
Baca juga: Wacana Redenominasi Rupiah, Apa Risikonya?
Umumnya, langkah menyederhanakan mata uang diambil untuk membantu memperbaiki situasi ekonomi.
Turkiye, China, dan Yunani tercatat pernah melakukan redenominasi pada mata uang mereka.
Berikut sejumlah negara yang melakukan redenominasi mata uang, seperti dikutip dari laman FXSSI:
Mata uang Turkiye, lira Turkiye, pernah mengalami redenominasi pada 2005 dengan nilai mencapai 1.000.0000 menjadi 1.
Sebelumnya, pada 1946, nilai tukar lira Turkiye terhadap 1 dollar AS adalah 2,8 lira. Namun, pada 1970, nilai mata uang ini mulai jatuh.
Inflasi tinggi dalam kurun waktu 1970-2005 turut mengakibatkan depresiasi mata uang nasional yang parah.
Hingga pada 1990, 1 dollar AS bernilai sama dengan 2.500 lira Turkiye. Angka tersebut kembali naik drastis mencapai 1,35 juta lira Turkiye pada 2005.