KOMPAS.com - Eropa memasuki ambang resesi teknis setelah Badan Statistik Uni Eropa (Eurostat) merevisi pertumbuhan ekonomi euro pada triwulan 1-2023.
Diberitakan Harian Kompas, Sabtu (10/6/2023), revisi itu menjadi terkontraksi 0,1 persen dari yang sebelumnya tumbuh di 0,1 persen.
Hal ini terjadi akibat kondisi perekonomian Jerman yang pada bulan lalu jatuh ke dalam resesi.
Baca juga: Saat Banyak Sekolah di Jepang Tutup akibat Resesi Seks...
Data laporan itu menunjukkan bahwa ekonomi di Eropa mengalami stagnasi selama dua kuartal berturut-turut.
Ekonom ING Bank, Charlotte de Montpellier memperkirakan, angka pertumbuhan ekonomi pada 2023 hanya mencapai 0,5 persen.
"Sejak musim semi, semua data buruk. Ekonomi Eropa berada dalam fase stagnasi dan mengalami kesulitan melewati musim dingin karena guncangan energi," kata dia.
Baca juga: Resesi Seks, Ini Alasan Mengapa Banyak Orang Jepang Memilih untuk Tidak Punya Anak
Lantas, apakah resesi Eropa berdampak pada Indonesia?
Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, resesi Eropa berdampak kecil pada kondisi perekonomian Indonesia.
"Resesi Eropa (bagi perekonomian Indonesia) dampaknya kecil ya karena hubungan dagang, kemudian investasi dengan Eropa itu bagi Indonesia relatif kecil," terang Bhima, saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (16/6/2023).
Sebaliknya, Bhima menjelaskan bahwa perekonomian Indonesia justru lebih sensitif terhadap ekonomi China, Amerika Serikat, dan Jepang.
"Jadi 3 negara itu lebih berperan sehingga para pelaku usaha dan investor lebih banyak mencermati ya ketiga negara tadi dibandingkan dengan negara Eropa," tandasnya.
Baca juga: Resesi Seks, Ini Alasan Wanita Enggan Menikah dan Punya Anak
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, resesi Eropa tidak berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
"Kontribusi Uni Eropa dari segi permintaan untuk impor ke Indonesia akan menurun sehingga dapat berdampak pada sumbangan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Tapi, hal ini tidak akan berdampak signifikan karena ekspor kita ke Eropa kurang dari 10 persen," ungkapnya, dikutip dari Harian Kompas.
Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Direktur Utama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Jahen Fachrul Rezki.
Menurutnya, kondisi resesi itu tidak berdampak terlalu besar bagi Indonesia jika dilihat dari data ekspor Indonesia ke negara-negara anggoat Uni Eropa.