Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

"Total Football" Mencegah Kekerasan Seksual

Kompas.com - 04/06/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR-akhir ini, kita menyaksikan tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak sering terjadi.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) diharapkan membuat orang menahan diri untuk melakukan kekerasan seksual. Ternyata tidak.

Hampir setiap minggu diberitakan ada tindak kekerasan terhadap perempuan atau anak-anak. Tindakan kejam itu terjadi di berbagai kota, dilakukan oleh orang dengan berbagai latar belakang, termasuk mereka yang memiliki status sosial tinggi di masyarakat.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan menyebutkan bahwa kekerasan seksual yang dilaporkan mencapai 4.102 kasus selama 2022.

Juga terjadi 1.638 kasus kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE), di antaranya penyebaran video porno untuk tujuan mempermalukan seseorang.

Masih tingginya TPKS diduga karena peraturan pelaksanaan dari UU TPKS itu belum ada, walaupun sudah ada perintah Kapolri pada 28 Juni 2022, agar aparat kepolisian langsung menggunakan UU TPKS, yang sebulan sebelumnya diundangkan.

Awal Juni 2023, pemerintah sudah hampir selesai menyusun peraturan-peraturan UU TPKS. Ada tiga peraturan pemerintah (PP) dan empat peraturan presiden (Perpres), yang merupakan pemadatan dari 10 peraturan yang disebutkan dalam UU TPKS.

Ketiga PP tersebut adalah tentang (1) Dana Bantuan Korban TPKS; (2) Pencegahan TPKS serta Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan Korban TPKS; dan (3) Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan TPKS.

Sedangkan keempat Perpres adalah tentang:

(1) Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak di Pusat;
(2) Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum, Tenaga Layanan Pemerintah, dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat;
(3) Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA); dan (4) Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS.

Dengan adanya PP dan Perpres tersebut seharusnya tidak akan ada lagi kendala dalam mengimplementasi UU TPKS. Pekerjaan selanjutnya adalah memastikan bahwa pencegahan tindak kekerasan berlangsung seperti yang diharapkan.

Sosialisasi masif

Jika sudah disahkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen. PPPA) perlu segera mensosialisasikan semua peraturan TPKS kepada masyarakat.

Targetnya setiap orang mengetahui keberadaan UU TPKS tersebut, termasuk paham akan risiko yang akan diterima jika terbukti melakukan kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan atau anak.

Resiko tersebut meliputi pidana penjara dan pidana denda, serta sanksi sosial dari masyarakat.

Dapat dibayangkan Menteri PPPA dan staf pada beberapa bulan ke depan ini akan sibuk memaparkan peraturan tentang TPKS.

Media massa, cetak maupun televisi, akan ramai mengulas UU-TPKS dan peraturan pelaksanaannya. Media sosial, forum diskusi dan webinar akan membahas tuntas, menjawab pertanyaan dan menampung saran dari masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Pemerintah kabupaten dan kota perlu segera menyusun peraturan daerah (perda) tentang pencegahan TPKS, dan kemudian membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

UPTD PPA ini akan bertugas melakukan pemantauan untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan hingga ke permukiman warga, setidaknya tingkat RW.

Pemda perlu mempublikasikan nomor telepon dan WA untuk pelaporan ancaman tindak kekerasan yang dapat diakses 24 jam penuh setiap hari.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com