Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Bertemu Biksu yang Tengah Melakukan Thudong, Bagaimana Cara Menyapa yang Benar?

Kompas.com - 21/05/2023, 15:45 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Menjelang Hari Raya Waisak 2023 yang jatuh pada Minggu (4/6/2023), puluhan biksu melakukan ritual thudong dengan berjalan kaki ribuan kilometer.

Dikutip dari Kompas.com (12/5/2023), sebanyak 32 biksu yang berasal dari berbagai negara melakukan thudong dari Nakhon Si Thammarat, Thailand menuju Candi Borobudur yang berada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.

Mereka memulai perjalanan dari Nakhon Si Thammarat pada Kamis (23/3/2023) dan direncanakan tiba di Candi Borobudur pada Rabu (31/5/2023).

Diketahui para biksu tersebut melakukan perjalanan dengan berjalan kaki melewati empat negara, yakni Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Ritual thudong menjelang Waisak ini disambut hangat masyarakat Indonesia.

Banyak yang memperbincangkannya di media sosial, maupun menunggunya dengan sabar di pinggir jalan dengan harapan bisa menyapa satu per satu biksu yang lewat.

Baca juga: Thudong, Perjalanan Biksu Puluhan Ribu Kilometer untuk Mengikuti Jejak Buddha

Lantas, bagaimana cara menyapa para biksu yang baik dan sopan? Bisakah dengan panggilan "biksu" saja?

Penjelasan Dirjen Bimas Buddha

Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama (Kemenag) Supriyadi menjelaskan, masyarakat Indonesia dapat menyapa dengan sebutan “bhante” saat berpapasan atau bertemu puluhan biksu tersebut.

“Tapi ditulis dalam naskah itu bhikkhu,” ucap Supriyadi kepada Kompas.com, Minggu (21/5/2023).

Ia mengungkapkan, antara bhante, bhikkhu, dan biksu mempunyai arti yang sama.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), biksu adalah pendeta atau petapa (Buddha) pria.

“(Selain menyapa) juga bisa dengan cara di agama Buddha dengan mengacungkan tangan di depan dada dan sedikit membungkuk,” tuturnya.

Namun, ia mengatakan sebaiknya bagi masyarakat yang berbeda agama cukup dengan menyapanya.

“Karena tidak terbiasa, berbeda budaya,” ungkapnya.

Baca juga: Perjalanan 32 Biksu dari Thailand ke Borobudur Menyingkap Wajah Toleransi Indonesia

Bisa juga memberikan makanan atau minuman

Supriyadi menjelaskan, masyarakat juga bisa memberikan makanan atau minuman. Namun jika memberikan makanan, sebaiknya pada saat jam makannya saja.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com