Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Hoaks sebagai Hiburan

Kompas.com - 13/03/2023, 14:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI zaman internet, muncul media sosial yang melahirkan aneka ragam produk peradaban alam maya yang sebelumnya belum terlalu popular di Indonesia. Satu di antaranya adalah hoaks alias data dan/atau informasi bohong alias tidak sesuai kenyataan, meski yang disebut kenyataan itu sendiri juga masih abadi diperdebatkan maknanya.

Hoaks dianggap sedemikian berbahaya hingga pemerintah Indonesia merasa perlu menyusun undang-undang untuk menanggulanginya. Pers juga diatur ketat secara hukum agar jangan sampai berani bikin berita hoaks. Bahkan yang terancam hukuman denda sampai penjara bukan hanya produsernya tetapi juga distributor alias pengedarnya.

Namun ternyata tidak semua hoaks pantas dianggap berbahaya sebab terbukti cukup banyak hoaks alih-alih dilaporkan ke polisi untuk diseret ke meja hijau malah dinikmati bersama oleh para warganet bahkan para polisi, jaksa, dan hakim diam-diam maupun terang-terangan ikut menikmatinya sebagai hiburan.

Baca juga: [HOAKS] Video TikTok Ferdy Sambo Dipindah ke Lapas Nusakambangan

Misalnya melalui grup WhatsApp Pencinta Horror, Letjen Purnawirawan Suryo Prabowo asyik mengedarkan video berkisah misteri suara teriakan dari dalam liang kubur berupa sesosok monster bermoncong lebar sambil berteriak keras mengerikan. Ternyata monster itu adalah sejenis aligator snapping turtle (Macrochelys temincki) dan habitatnya bukan di kuburan tapi di tanah yang airnya mengalir serta seekor turtle jenis apapun sama sekali tidak bersuara.

Kartunis senior Yehana tak mau ketinggalan menebar foto dan hoaks berkisah seorang biksu ditemukan para peneliti di sebuah gua di kawasan pegunungan Nepal dan diperkirakan biksu tersebut sudah berumur 396 tahun. Awalnya para arkeolog menganggap sang biksu itu mumi, tetapi setelah diamati dengan seksama nadinya masih berdenyut. Maka, disimpulkanlah bahwasanya sang biksu itu merupakan manusia tertua di dunia yang ditemukan saat ini.

Di sebelah sang biksu ditemukan beberapa uang logam kuno yang tidak laku lagi dan keris pusaka serta selembar kertas yang bertulisan bahasa India kuno, yang bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berbunyi kira-kira sebagai berikut: "Jangan percaya ini cuma berita hoax biar kalian ndak ngantuk".

Saya sendiri juga kerap menulis dongeng satir sosio-politik dengan kisah bersifat utopis karena too good to be true. Sebagai penggagas humorologi merangkap admin grup WhatsApp Pencinta Humor maupun grup Pencinta Horror, saya setuju pendapat bahwasanya tidak semua hoaks berbahaya, merusak sendi-sendi kehidupan peradaban manusia.

Baca juga: Beragam Hoaks Covid-19 yang Catut Nama Bill Gates

Pada kenyataan hadir pula hoaks yang potensial berfungsi sebagai hiburan bagi setiap insan manusia yang butuh hiburan tatkala masing-masing menempuh perjalanan hidup sarat beban kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah ini.

Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com