KOMPAS.com - Kebakaran hebat terjadi di Depo Pertamina Plumpang, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara pada Jumat (3/3/2023).
Hingga saat ini 17 orang dilaporkan meninggal dunia, sementara 51 orang lainnya mengalami luka-luka.
Khusus untuk kawasan Depo Pertamina Plumpang, kebakaran serupa juga pernah terjadi pada 2009, ketika alat pengambil sampel BBM bergesekan dengan slot ukur sehingga muncul percikan api.
Baca juga: PLN: 91,3 Persen Listrik di Lokasi Kebakaran Depo Plumpang Sudah Pulih
Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, serangkaian kebakaran di kawasan minyak Pertamina menunjukkan lemahnya sistem tata kelola dan keamanan.
Menurut Fahmy, sistem keamanan standar internasional itu zero accident atau tidak ada kecelakaan.
Selain itu, secara bertingkat dapat melakukan pencegahan-pencegahan terjadinya potensi kecelakaan atau bencana.
"Yang terjadi di Pertamina adalah penyebabnya remeh-remeh tapi tak pernah diatasi," kata Fahmy kepada Kompas.com, Sabtu (4/3/2023).
Meski biayanya mahal, Fahmi menyebut sistem keamanan berstandar internasional sangat mungkin untuk diterapkan di kawasan depo dan kilang Pertamina jika memiliki komitmen.
Untuk Depo Pertamina Plumpang, Fahmi mengatakan bahwa Jusuf Kalla pada 2009 telah mengingatkan bahwa jaraknya terlalu dekat dengan penduduk.
"Komisi VII juga berulang kali mengingatkan, tapi Pertamina tidak bergeming. Pertamina tidak punya komitmen melakukan langkah konstruktif, memang butuh biaya, tapi kan keselamatan harus didahulukan," jelas dia.
Dengan adanya insiden ini, Fahmi berharap agar Pertamina memindahkan Depo Plumpang ke area yang jauh lebih aman.
Baca juga: Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, PDI-P: Harus Evaluasi Menyeluruh