Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Tiga Simpul Strategis Bhinneka Tunggal Ika

Kompas.com - 22/12/2022, 11:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIAP tahun, kita kehilangan lebih dari 10 juta hektare (ha) hutan di planet Bumi. Begitu laporan badan pangan dunia Food and Agriculture Organization (FAO) tentang kepunahan hutan tahun 2015-2020 di Bumi kita.

Kepunahan hutan itu, khususnya kepunahan hutan tropis, memicu efek-domino, ungkap Iman Ghosh et al. (2022), misalnya terancamnya kehidupan sekitar 60 juta penduduk yang kini hidup bergantung dari hasil hutan; sekitar 50.000 spesies punah tiap tahun; keanekaragaman-hayati kian tergerus.

Kita baca hasil riset Johan Rockström et al. (2019) tentang kian rapuh dan keroposnya jaringan biosfer, atmosfer, dan hidrosfer di berbagai negara saat ini. Rapuhnya aliran nitrogen dan fosfor; alih-fungsi lahan secara masif; air sehat makin langka dan mahal; penipisan lapisan ozon; rapuh dan punahnya keutuhan biosfer; pengasaman laut; kandungan aerosol atmosfer.

Baca juga: Mengapa Bhinneka Tunggal Ika Menjadi Semboyan Bangsa Indonesia?

Di sisi lain, kini dan masa datang, nasib keanekaragaman hayati dan hutan-hutan di planet Bumi sangat dipengaruhi oleh filosofi, dasar, dan arah kebijakan 198 negara di seluruh dunia. Dalam hal ini, ruang kehidupan bangsa, menurut Prof Dr Soepomo, adalah ruang keberagaman hayat-hidup dan memiliki keistimewaan masing-masing.

Ruang kehidupan bangsa adalah zona hidup bagi rakyat dan keranekaagaman hayat-hidup di planet Bumi. Wilayah dan rakyat dibangun guna memperkuat kesatuan sehat-lestari rakyat-Bumi (tanah, air, flora-fauna, atmosfer).

Bangsa Indonesia memiliki filosofi dan budaya Bhinneka Tunggal Ika, yang memandang keanekaragaman hayati sebagai satu kesatuan hayat-hidup di planet Bumi. Bhinneka Tunggal Ika bukan semata keanekaragaman dalam satu-kesatuan, tetapi ‘unity in biodiversity’, atau kesatuan keanekaragaman-hayat-hidup dalam negara-bangsa.

Dari era pra-Masehi, kosmolog dan filsuf Heraclitus (535 SM /540 – 475 /480 SM) asal Sisilia (Yunani) menyebut kekekalan perubahan dan kesatuan dari keberagaman unsur hayat alam semesta, yakni kesatuan dari sistem saling-memberi (system of balanced exchanges) yang melahirkan kekekalan perubahan.

Dalam On Nature, Heraclitus menyebut hal ini, ‘The Universal Flux of Life’ dan ‘The Unity of Opposites’ kosmik alam semesta. - (Mouraviev, 2000: 264)

Nilai Keotentikan

“Tiap-tiap negara mempunyai keistimewaan tersendiri berhubung dengan riwayat dan corak masyarakatnya. Karena itu, politik pembangunan Indonesia harus disesuaikan dengan sociale structuur masyarakat Indonesia, yang nyata pada masa sekarang, serta harus disesuaikan dengan panggilan zaman.”

Begitu cuplikan isi pidato Profesor Dr Raden Soepomo di depan Rapat Besar Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Kamis 31 Mei 1945 di Gedung Tyuuoo Sangi-In (kini Pejambon), Jakarta. Rapat Besar BPUPKI itu menyelidik dasar negara Indonesia merdeka, daerah negara dan kebangsaan Indonesia. Seleksi alam melahirkan keaslian atau keotentikan budaya dan sejarah suatu masyarakat dan bangsa.

Dalam pidatonya itu, Soepomo juga mengurai struktur sosial asli bangsa Indonesia.

“Struktur sosial Indonesia yang asli tidak lain adalah ciptaan kebudayaan Indonesia, ialah aliran pikiran atau semangat kebatinan Bangsa Indonesia,” ujar dia.

Kita dapat melihat contoh keaslian aliran pikiran atau semangat kebatinan bangsa dari olahraga budaya (etno-sports) atau permainan rakyat (traditional games) di Indonesia selama ini. Permainan dan olahraga-budaya anak-anak di setiap masyarakat dan wilayah selalu terbentuk dari karakter lingkungan dan sejarahnya.

Ruang fisik, bahan-bahan alam, dan musim, misalnya menurut Kovacevic dan Opic (2014), memengaruhi pilihan arena, tempat dan waktu pelaksanaan olahraga-budaya. Ruang fisik Indonesia merupakan zona keanekaragaman hayati terbesar di dunia (Salikha, 2018).

Misalnya, hutan hujan tropis (Sumatera, Kalimantan, Jawa), hutan mangrove, sabana tropik (Gayo, Bali, dan bagian timur Jawa Timur), dan hutan musim (Jawa); flora memiliki kekhasan seperti sabana tropik (Nusa Tenggara Barat), stepa (Nusa Tenggara Timur), hutan pegunungan seperti cemara dan pinus, hutan musim, hutan mangrove seperti nipah dan bakau; flora di zona timur Indonesia memiliki kesamaan dengan flora benua Australia, seperti hutan hujan tropik, hutan mangrove, dan hutan pegunungan. (Zicheng Hong, 2011:5)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com