Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lapisan Es di Dataran Tinggi Tibet Mencair, Ancaman Virus Purba Hantui Manusia

Kompas.com - 28/10/2022, 09:25 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para ilmuwan dari Ohio State University menemukan adanya virus purba di balik lapisan es yang mencair.

"Mencair tidak hanya akan menyebabkan hilangnya mikroba dan virus purba yang diarsipkan, tetapi juga melepaskannya ke lingkungan di masa depan," kata penulis pertama studi itu dan ahli mikrobiologi Ohio State University, Zhi-Ping Zhong, dikutip dari Science Alert.

Berkat teknik metagenomik dan metode baru untuk menjaga sampel inti es tetap steril, para peneliti bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang sebenarnya ada di dalam suhu beku atau dingin.

Dalam studi tersebut, tim mampu mengidentifikasi arsip lusinan virus unik berusia 15.000 tahun dari lapisan es Guliya di Dataran Tinggi Tibet.

"Gletser ini terbentuk secara bertahap, bersama dengan debu dan gas. Banyak virus juga disimpan di es itu," jelas dia.

Baca juga: Subvarian Omicron XBB Masuk Indonesia, Virus Corona Apa Itu?

Ilustrasi virusfreepik Ilustrasi virus

Mikroba ini berpotensi mewakili mereka yang ada di atmosfer pada saat deposit atau pembentukan es.

Studi sebelumnya telah menunjukkan komunitas mikroba berkorelasi dengan perubahan konsentrasi debu dan ion di atmosfer.

Hal tersebut juga menunjukkan kondisi iklim dan lingkungan saat itu.

Dalam catatan beku zaman kuno ini, para peneliti menemukan bahwa 28 dari 33 virus yang mereka identifikasi belum pernah terlihat sebelumnya.

"Ini adalah virus yang akan berkembang biak di lingkungan yang ekstrem," kata ahli mikrobiologi Ohio State University Matthew Sullivan.

Dengan membandingkan urutan genetik mereka ke database dari virus yang diketahui, tim menemukan virus paling melimpah di kedua sampel inti es adalah bakteriofag yang menginfeksi yaitu Methylobacterium.

Baca juga: Menkes Sempat Duga Virus jadi Penyebab Gangguan Ginjal Akut

Diketahui, Methylobacterium merupakan bakteri penting untuk siklus metana di dalam es.

Mereka paling terkait dengan virus yang ditemukan pada strain Methylobacterium di habitat tanaman dan tanah.

Hasil ini konsisten dengan laporan sebelumnya bahwa sumber utama debu yang disimpan di lapisan es Guliya kemungkinan berasal dari tanah.

"Virus beku ini kemungkinan berasal dari tanah atau tanaman dan memfasilitasi perolehan nutrisi untuk inangnya," tim menyimpulkan.

Sementara momok virus purba tampaknya sangat mengkhawatirkan setelah pandemi Covid-19, bahaya terbesar terletak pada apa yang dilepaskan oleh es yang mencair, yaitu cadangan besar metana dan karbon.

Tapi, es juga bisa menyimpan wawasan tentang perubahan lingkungan di masa lalu dan juga evolusi virus.

"Kami hanya tahu sedikit tentang virus dan mikroba di lingkungan ekstrem ini dan apa yang sebenarnya ada di sana," jelas ilmuwan Bumi Lonnie Thompson.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com