Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Cakrabirawa Kisahkan Detik-detik G-30-S: Penculik Dewan Jenderal Pamit ke Soeharto

Kompas.com - 01/10/2022, 07:30 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Peristiwa G-30-S yang melibatkan PKI pada 57 tahun lalu menjadi peristiwa berdarah yang menjadi catatan merah dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Tujuh perwira TNI yang dituding sebagai “Dewan Jenderal” diculik oleh Batalion Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa yang diketahui terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Kemudian pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, para perwira TNI ini disiksa dan dibantai dalam sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta.

Rentetan dari peristiwa ini, setidaknya 500.000 orang yang dituduh PKI atau simpatisannya, dieksekusi massal di berbagai penjuru Indonesia.

Ada juga yang dipenjara dan diasingkan sebagai tahanan politik selama puluhan tahun tanpa pernah diadili sebagaimana layaknya warga negara.

Baca juga: Kesaksian Eks Prajurit Cakrabirawa Saat G30S/PKI: Abdul Latief dan Untung Pamit ke Soeharto Sebelum Culik Dewan Jenderal

Kesaksian eks Cakrabirawa detik-detik G-30-S

Salah satu saksi hidup yang mengetahui secara rinci kronologi peristiwa pada malam mencekam itu adalah Ishak Bahar warga Kelurahan Kalikabong, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Lansia berusia 87 tahun itu sebelumnya berpangkat Sersan Mayor (serma) saat peristiwa G-30-S bertugas sebagai Komandan Regu Pengawal Istana Batalion Cakrabirawa.

“Saya pendidikan di Komando Pasukan Khusus (Kopassus) terus bertugas di pengawal Istana tahun 1964. Waktu Soekarno pidato di Konferensi Asia Afrika, saya yang mengawal presiden ke Aljazair,” kata Ishak dikutip dari Kompas.com, Rabu (29/9/2021).

Ishak mengungkapkan, keterlibatan dirinya dalam tragedi G-30-S tidak pernah ia duga sebelumnya.

Dia merasa terjebak dalam pusaran politik yang menjungkirbalikkan nasibnya, dari seorang patriot yang terhormat menjadi pesakitan berlabel pengkhianat negara.

Berawal dari perintah Letkol Untung

Ishak masih mengingat saat Letkol Untung, pimpinannya di Batalion Cakrabirawa memberi perintah untuk ikut bersamanya. Padahal, sore itu juga, Ishak bertugas mengawal presiden ke Senayan.

“Sore itu sekitar jam 18.00 WIB, saya ada tugas untuk mengawal Soekarno ke Mabes Teknisi di Senayan, tahu-tahu Pak Untung datang minta saya ikut dia,” katanya.

Saat itu Ishak sempat bertanya kepada Untung karena perintah untuk mendampingi bertepatan dengan tugas mengawal presiden.

Namun, sebagai prajurit, dia terikat oleh sumpah militer untuk patuh kepada pimpinan, tidak membantah perintah atau putusan.

“Sudah jangan mengawal (presiden), ikut saya!” kata Ishak menirukan perintah Untung.

Penculik Dewan Jenderal pamit ke Soeharto

Dengan persenjataan lengkap, Ishak mengawal dalam satu kendaraan bersama Letkol Untung, Kolonel Abdul Latief (Komandan Garnisun Kodam Jaya), sopir dan ajudan.

“Saya tidak dikasih tahu tujuannya ke mana, tahu-tahu mampir ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) untuk menemui Soeharto yang sedang menjaga anaknya, Hutomo Mandala Putra (Tomy) yang lagi sakit,” beber Ishak.

Ishak sendiri tidak ikut masuk ke dalam kamar di mana Tomy dirawat.

Namun, di perjalanan dia menguping jika Untung dan Abdul Latief sudah mendapat izin Soeharto untuk sebuah misi yang baru dia sadari sesudahnya.

“Baik Pak Untung dan Pak Latief itu pamitan dengan Suharto mau nyulik jenderal,” katanya dengan mantap.

Baca juga: Peristiwa G30S, Mengapa Soeharto Tidak Diculik dan Dibunuh PKI?

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com