SASARAN utama kajian kelirumologi adalah kekeliruan maka wajar apabila kelirumologi sendiri an sich sarat beban kekeliruan. Yang paling lazim adalah kekeliruan tafsir bahwa kelirumologi adalah ilmu membuat kekeliruan.
Kekeliruan tafsir ini absurd sebab untuk membuat kekeliruan manusia sama sekali tidak perlu ilmu.
Akibat mustahil ada manusia sempurna maka tanpa pendidikan keilmuan, secara naluriah manusia sudah dari sononya mampu membuat kekeliruan.
Maka definisi yang benar untuk sementara sampai dengan saat nanti ada definisi yang lebih benar alias lebih tidak keliru adalah cara berpikir yang mempelajari kekeliruan demi mencari kekeliruan.
Sebagai penggagas kelirumologi saya sendiri sempat keliru mendefinisikan kelirumologi sebagai cara berpikir yang mempelajari kekeliruan demi menemukan kebenaran.
Setelah babak belur akibat jatuh bangun gagal menemukan kebenaran maka saya tersadar bahwa kata “menemukan” itu keliru.
Mustahil manusia mampu menemukan kebenaran yang terlalu kompleks serta nisbi terkait keterbatasan daya tafsir otak manusia.
Kata “menemukan kebenaran” terkesan terlalu arogan sebab ilusif berkhayal manusia yang mustahil sempurna mampu menemukan kebenaran yang benar-benar benar.
Menyadari diri sekadar manusia biasa yang mustahil sempurna, maka sejak awal saya tidak berani mengklaim bahwa kelirumologi sendiri merupakan cara atau metode berpikir yang sempurna.
Sebagai sekadar metode berpikir gagasan manusia yang mustahil sempurna maka jelas bahwa kelirumologi an sich mustahil sempurna dalam kebenaran benar-benar benar yang pasti benar kecuali dogmatis dipaksakan sebagai benar.
Selipan mo di dalam kelirumologi itu saja sudah bisa diperdebatkan kebenarannya sampai mulut berhenti berbuih di akhir jaman.
Kebenaran selipan mo hanya bisa benar apabila dipaksakan secara sepihak oleh saya dengan memaksakan kekuasaan sebagai pihak penggagas.
Sama halnya dengan kemanusiaan, kasih-sayang, belarasa, waktu, seni, nalar, keberadaan pada hakikatnya kebenaran bukan konsepsual namun kontekstual maka mustahil lepas dari suasana nisbi melekat pada tafsir manusia yang mustahil lepas dari kekeliruan persepsional akibat distorsi penginderaan indera manusia yang memang tidak sempurna.
Contoh sederhana maka tak lekang dimakan jaman adalah dua garis vertikal yang de facto sama panjang langsung menjadi terkesan tidak sama panjang apabila garis yang satu pada kedua ujungnya diberi tanda V vertikal terbuka ke luar dan garis yang satu lagi diberita tanda V tertutup ke dalam.
Suara peluit kereta api dari kejauhan terdengar beda dari suara peluit kerta api yang sama ketika mendekat.