Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koala Australia Masuk Daftar Hewan Terancam Punah, Apa Penyebabnya?

Kompas.com - 17/03/2022, 21:22 WIB
Diva Lufiana Putri,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Australia pada Jumat (11/2/2022) lalu, secara resmi mengumumkan koala sebagai spesies yang terancam punah.

Menteri Lingkungan Australia Susan Ley mengatakan bahwa pihaknya akan meningkatkan perlindungan untuk koala di wilayah New South Wales, Queensland, dan Australian Capital Territory (ACT) dengan mengubah status rentan menjadi terancam punah.

Pada 2020, para peneliti sudah memperingatkan bahwa koala akan punah sebelum 2050 jika tidak segera ditangani oleh negara.

Baca juga: Selain Udang Asal Sulawesi, Ini 5 Hewan di Indonesia yang Terancam Punah

Koala sempat masuk daftar rentan

Dilansir dari New York Post, banyak koala di Australia yang menderita klamidia, yakni salah satu penyakit kelamin.

Akibat klamidia, populasi koala di New South Wales turun 33 hingga 61 persen sejak 2001.

Sementara itu, sejak 2001 juga, jumlah koala di Queensland mengalami penurunan hingga setengahnya akibat kekeringan, kebakaran, dan penggundulan hutan.

The Australian Koala Foundation memperkirakan ada kurang dari 100 ribu koala yang tersisa di alam liar.

Baca juga: Facebook Blokir Konten Berita di Australia, Ini Alasannya...

Ilustrasi koalaShutterstock/Yatra Ilustrasi koala

Mereka memperkirakan jumlah koala yang tersisa hanya sekitar 43 ribu.

Hal tersebut diperparah dengan kebakaran hutan musim panas yang terjadi pada 2019 hingga 2020, telah menewaskan sedikitnya 5.000 koala, serta merusak 24 persen habitat koala di New South Wales.

“Ada banyak tekanan pada koala. Kebakaran ‘Musim Panas Hitam’, tentu saja, adalah sebuah titik kritis. Tapi kami tahu bahwa koala rentan terhadap perubahan iklim dan penyakit,” ujar Ley dikutip dari New York Post (11/2/2022).

Baca juga: Saat Australia Mencoba Alternatif Pelacakan Virus Corona Melalui Selokan...

Perlu upaya nyata untuk cegah kepunahan koala

Beberapa langkah yang diambil Pemerintah Australia untuk menyelamatkan habitat koala, menurut Ley, adalah vaksin untuk mencegah dan mengobati klamidia yang menginfeksi sejumlah koala, serta penggunaan drone untuk mengamati dan memulihkan habitat.

Pemerintah Australia berpendapat, bahwa masuknya koala ke dalam daftar hewan yang terancam punah akan menyoroti dan membantu mengatasi punahnya koala.

Namun, kelompok konservasi berpendapat, ada lebih banyak hal lagi yang harus dilakukan untuk mencegah kepunahan koala.

Baca juga: Selain Arwana, Ini 5 Ikan Akuarium Termahal di Dunia

The Australian Koala Foundation telah menyerukan Undang-Undang untuk melindungi koala serta mengekang proyek pembukaan lahan dan pertambangan yang merusak habitat asli koala.

Sementara itu, senior manajer kampanye di Humane Society International (HSI) Alexia Wellbelove mengatakan, keputusan Ley seharusnya mendorong Pemerintah Australia untuk berbuat lebih banyak guna mengatasi keadaan lingkungan negara yang menurun.

“Ini adalah isyarat bagi pemerintah untuk benar-benar mengambil sikap menentang pembukaan habitat yang terus berlanjut untuk koala,” ujar Wellbelove, dikutip dari The Guardian (11/2/2022).

Lebih lanjut, Wellbelove menyebut keputusan itu perlu diikuti dengan tindakan peninjauan Undang-Undang lingkungan nasional.

“Sampai dengan kita memiliki standar lingkungan nasional yang kuat, yang menentukan daerah terlarang di sekitar habitat spesies kritis seperti koala, perusakan habitat akan terus berlanjut dan ini harus segera ditangani,” kata Wellbelove.

Baca juga: Komodo Kini Masuk Daftar Hewan Terancam Punah, Ini Alasannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com