Saya sudah pernah menulis naskah telaah observatif amatiran dangkal terhadap nautilus, gurita dan cumi-cumi, namun belum terhadap jenis cefalopoda yang satu lagi, yaitu sotong.
Terus terang semula saya duga cumi-cumi dan sotong sama saja meski beda nama. Ternyata saya keliru.
Namun saya tidak sendirian dalam keliru menduga cumi-cumi sama dengan sotong karena ternyata Jules Verne dan Victor Hugo sepaham dengan saya dalam tidak bisa membedakan antara cumi-cumi dan sotong.
Cumi-cumi dalam bahasa Inggris disebut sebagai squid, Jerman: Tintenfish, Perancis: calamar.
Sementara sotong dalam bahasa Inggris adalah cuttlefish, Jerman: Sepia, Perancis: seiche.
Masyarakat Jepang menyebut gurita sebagai tako, cumi-cumi sebagai ika, namun sotong sama saja dengan cumi-cumi, yaitu ika.
Bahasa China juga menyamakan cumi-cumi dengan sotong, yaitu wuzei.
Sebagai pembuat film Squid Game, bangsa Korea juga menyebut cumi-cumi sama dengan sotong sebagai ojingeo.
Maka ketika makan Ojingeo Bokkeum tidak jelas saya makan cumi-cumi atau sotong.
Dapat disimpulkan bahwa secara marinabiologis bahasa Indonesia termasuk cukup jeli dalam membedakan cumi-cumi dan sotong.
Menurut kesepakatan para ilmuwan biologi sebagai sesama anggota kelompok jenis cephalopoda, sebenarnya sotong beda dengan cumi-cumi.
Sotong dan cumi-cumi memang sama-sama bersama gurita dan nautilis digolongkan ke kelas cefalopoda dan juga sama-sama tidak punya cangkang luar.
Sotong dan cumi-cumi juga sama-sama lazimnya memiliki enam lengan pendek dan dua tentakel panjang.
Saya tidak jelas apakah ada kaitan evolusionarial-biologis antara tentakel cefalopoda yang ganda dengan belalai gajah yang tunggal.
Dari moyangnya, cumi-cumi mewarisi cangkang luar di dalam tubuhnya bersifat fleksibel dan berbentuk memanjang mirip tulang bulu burung maka disebut pena.