Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Percaya Takhayul sebagai Kendali Akhlak

Kompas.com - 11/01/2022, 10:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERCAYA takhayul dianggap sebagai sikap ketinggalan jaman alias kadaluwarsa untuk jaman yang disebut modern.

Percaya takhayul pada abad XXI bahkan dicemooh sebagai sikap yang menghambat kemajuan peradaban umat manusia yang memberhalakan apa yang disebut sebagai science.

Bahkan agama juga dianggap sebagai lembaga ketakhayulan, maka oleh Karl Marx dihujat sebagai opium masyarakat.

Namun mohon dimaafkan bahwa kebetulan saya yang tumbuh-kembang di atas lahan kebudayaan Jawa terlanjur menghayati apa yang disebut sebagai kualat .

Kualat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna kualat adalah 1 mendapat bencana (krn berbuat kurang baik kpd orang tua dsb); kena tulah; 2 celaka; terkutuk.

Dari pemaknaan KBBI terhadap kata kualat dapat disimpulkan bahwa kualat tidak tergolong ke kategori sains, namun takhayul.

Secara saintifik berdasar neurosains mau pun fisika kuantum tidak dapat dibuktikan bahwa berbuat durhaka kepada orang tua secara langsung dijamin pasti wajib menimbulkan dampak celaka akibat terkutuk.

Gejala kutuk-mengutuk memang lebih layak masuk kategori dongeng atau mitos ketimbang teori eksakta yang diyakini masyarakat sains.

Namun akibat sudah meyakini kandungan makna adiluhur pada kearifan leluhur Jawa seperti ojo dumeh mau pun ngono yo ngono ning ojo ngono, maka mohon dimaafkan saya percaya kepada fenomena kualatisme yang membenarkan bahwa kualat bukan saja ada namun juga perlu.

Akhlak

Percaya takhayul dalam bentuk kualat justru mandraguna sebagai pedoman akhlak dan budi pekerti agar saya tidak gegabah bersikap durhaka terhadap orang tua, tidak gegabah menghina kaum miskin dan papa, tidak gegabah menista agama orang lain, tidak gegabah menggusur masyarakat adat atas nama pembangunan dan lain-lain sikap dan perilaku bersifat tidak Pancasilais.

Percaya kualat justru sangat berharga sebagai kendali demi menunaikan jihad al nafs menaklukkan hawa nafsu angkara murka diri saya sendiri agar tidak bersikap dan berperilaku buruk terhadap sesama manusia.

Andaikata saja Adolf Hitler percaya takhayul kualatisme, maka dapat diyakini bahwa penulis buku Mein Kampf ini tidak akan tega sebab takut terkena kualat tega membinasakan jutaan kaum Yahudi.

Andaikata laskar Pengawal Merah dalam mengejawantahkan Revolusi Kebudayaan di China percaya takhayul dalam bentuk kualat, maka dapat diharapkan mereka tidak akan tega menyiksa bahkan membinasakan sesama warga China hanya akibat beda paham tentang makna kebudayaan dengan para Pengawal Merah.

Andaikata semua percaya takhayul dalam bentuk kualat, maka dijamin tidak ada yang berani korupsi bansos yang dipersembahkan bagi rakyat sedang menderita akibat kemiskinan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com