KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengumumkan adanya satu kasus Covid-19 varian Omicron melalui transmisi lokal.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers daring, Selasa (28/12/2021).
"Kami sampaikan adanya satu kasus transmisi lokal Omicron di Indonesia sehingga hingga hari Selasa 28 Desember terdapat 47 kasus konfirmasi positif Omicron di Indonesia, di mana 46 kasus adalah kasus impor dan satu kasus transmisi lokal," kata Nadia.
Nadia mengatakan, pasien tersebut merupakan seoarang laki-laki berusia 37 tahun dan tidak memiliki riwatat perjalanan atau kontak dengan pelaku perjalanan luar negeri.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebutkan, pendefinisian penyebaran virus memiliki tiga bentuk yaitu kasus impor, kasus lokal, dan transmisi komunitas.
Kasus impor merupakan kasus yang berasal dari luar negeri.
"Seringkali kasus seperti ini teridentifikasi ketika yang bersangkutan ada di hotel karantina, di pintu masuk negara," kata Dicky kepada Kompas.com, Selasa (28/12/2021).
Baca juga: Kemenkes Umumkan 1 Kasus Omicron di Indonesia Transmisi Lokal
Pola penyebaran kedua adalah kasus lokal, yaitu kasus yang ditemukan dalam satu negara dengan sumber penularan yang jelas, bahkan bisa diprediksi.
Misalnya, seseorang yang terinfeksi Omicron, kemudian ditemukan bahwa virus itu berasal dari satu event, setelah dilakukan contact tracing.
"Sangat jelas. Jadi kasus lokal itu adalah kategori terinfeksi di komunitas, tapi bisa diketahui sumbernya. Dia biasanya sebelumnya ada kontak erat dengan orang yang positif Covid-19," kata Dicky.
Pola ketiga adalah transmisi komunitas, yaitu seseorang yang terpapar di dalam negeri tetapi belum diketahui sumber penularannya.
Dari ketiga level transmisi itu, transmisi komunitas menjadi ancaman yang paling serius.
Sebab, transmisi komunitas terjadi di lokasi atau tempat yang tidak diprediksi sebelumnya, seperti di kantor dan restoran, bukan di rumah sakit.
Jika penularan komunitas meningkat, maka merupakan tanda bahwa suatu daerah atau negara tidak bisa mengendalikan pandemi.
"Karena umumnya ada keterkaitan yang hilang antar kasus. Ini juga merupakan strategi terburuk dalam merespons satu wabah," ujar Dicky.