KOMPAS.com - Peneliti pandemi sekaligus epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti, kuartal pertama 2022 menjadi waktu yang sangat menentukan.
"Nampaknya untuk level Indonesia, kuartal pertama tahun depan akan menjadi masa yang cukup kritis untuk menentukan perjalanan kita ke depan," kata Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/11/2021).
Selain adanya momentum libur panjang akhir tahun yang efeknya baru terasa beberapa waktu setelahnya, Dicky menyebut kondisi pandemi global juga belum sepenuhnya terkendali.
Seperti di sebagian besar wilayah Eropa yang kini menghadapi gelombang (Covid-19) yang besar.
"Setiap Eropa bergolak atau mengalami gelombang yang besar itu Indonesia juga akan mengalami. Dan umumnya, dari setiap gelombang yang terjadi Indonesia selalu belakangan mengalami dampaknya, ada selisih sekitar 3-4 bulan dari sejak gelombang itu terjadi di Eropa," ujar Dicky sebelumnya kepada Kompas.com, (15/11/2021).
Baca juga: Waspadai, Gelombang Covid-19 di Indonesia Biasa Terjadi Setelah Eropa
Dicky menyebut, tingkat kekebalan kelompok yang terbentuk di Indonesia terbilang masih kurang signifikan, yakni di kisaran 60 persen.
Sebesar 40 persen dari hasil vaksinasi. Sisanya dari orang yang sudah pernah terinfeksi.
"Artinya ada 40 persen kurang lebihi dari penduduk kita yang sangat rawan dan bisa menjadi 'bahan bakar' terjadinya ledakan atau gelombang berikutnya," ujar Dicky.
Libur akhir tahun, ledakan di Eropa, dan masih rendahnya tingkat kekebalan masyarakat kita, semua realita itu harus diwaspadai bersama.
"Ini yang menjadi kombinasi dengan adanya masyarakat yang masih rawan," ujar dia.
Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 di Eropa, Alarm bagi Indonesia
Salah satu hal yang disebut Dicky penting untuk dilakukan adalah memperkuat deteksi dengan memperketat pintu kedatangan dari luar negeri. Apa saja upayanya?
Dia menjelaskan, RI harus benar-benar bisa memastikan tidak ada varian baru atau varian Delta yang dibawa keluar oleh pelancong tersebut ke luar lokasi karantina, kecuali kita sudah bisa memastikan dan mengatasinya.
"Itu sebabnya masa karantina 7 hari ini menjadi pilihan yang tidak bisa tidak dan hahrus terus kita jaga," ungkap Dicky.
Pelancong harus menjalani 3 tes PCR (sebelum keberangkatan, setelah tiba di Indonesia, dan beberapa hari setelah ada di karantina).
Selain itu, pelancong juga harus dapat membuktikan sudah mendapat vaksinasi lengkap.
"Dan bila (vaksinasinya) tidak lengkap, itu dia masa karantinanya harus 14 hari, bila pemerintah mengizinkan mereka (pelancong belum divaksinasi lengkap) masuk. Masa dua minggu itu cukup menentukan, bila sudah lewat itu biasanya sudah relatif aman," imbuh dia.
Baca juga: 3 Kebijakan Pemerintah Cegah Lonjakan Kasus Covid-19 Akhir Tahun
Setelah keluar dari lokasi karantina, Dicky menyebut, penting bagi para pendatang untuk melaporkan kondisinya secara teratur ke pihak terkait, agar segala sesuatu dapat termonitor.
"Penting juga, orang yang tiba ini lapor, setidaknya dalam dua minggu pertama sejak masuk ke dalam wilayah, (lapor) ke dinas kesehatan atau puskesmas setempat, sehingga bisa dimonitor. Ini yang bisa memperkuat sistem deteksi kita," pungkas Dicky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.