Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disebut Bangkrut Secara Teknis, Ini 5 Fakta Kondisi Garuda Indonesia

Kompas.com - 12/11/2021, 11:00 WIB
Mela Arnani,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kabar kebangkrutan maskapai milik negara PT Garuda Indonesia menyedot perhatian khalayak.

Secara teknis, perusahaan ini telah dalam kondisi bangkrut, tetapi belum secara legal.

Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo.

Menurut dia, saat ini pemerintah tengah berupaya mencari jalan keluar agar keuangan maskapai ini bisa sehat kembali.

“Sebenarnya kalau dalam kondisi saat ini, kalau dalam istilah perbankan ini technically bangkrupt (secara teknis bangkrut), tapi legally belum. Sekarang kami sedang berusaha untuk keluar dari kondisi ini yang technically bangkrupt,” ujar pria yang akrab disapa Tiko ini, seperti dikutip dari pemberitaan sebelumnya, Selasa (9/11/2021).

Berikut fakta-fakta mengenai kondisi Garuda Indonesia:

Baca juga: Sederet BUMN yang Punya Utang Segunung, dari Garuda hingga PLN

1. Kondisi keuangan Garuda Indonesia

Diungkapkan bahwa kondisi keuangan Garuda Indonesia saat ini mempunyai ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 40 triliun per September 2021.

Berarti, perusahaan mempunyai utang yang lebih besar dibandingkan asetnya.

Liabilitas atau kewajiban Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dollar AS, sedangkan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dollar AS.

“Neraca Garuda sekarang mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dollar AS, ini rekor. Dulu rekornya dipegang Jiwasraya, sekarang sudah disalip Garuda,” ujar Tiko.

Baca juga: Perjalanan Sejarah Garuda Indonesia..

2. Utang perusahaan

Liabilitas Garuda Indonesia mayoritas berasal dari utang kepada lessor yang nilainya mencapai 6,35 miliar dollar AS.

Perusahaan berhutang ke bank sekitar 967 juta dollar AS dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.

“Jadi memang utang ke lessor paling besar 6,35 miliar dollar AS. Ada komponen jangka panjang dan komponen tidak terbayar dalam jangka pendek. Tentunya dengan kondisi seperti ini, mengalami ekuitas negatif,” tutur Tiko.

Total liabilitas perusahaan yang sangat besar turut disebabkan kebijakan pencatatan dalam laporan keuangan.

Perseroan menerapkan PSAK 73 yang membuat dampak penurunan ekuitas semakin dalam, karena pengakuan utang masa depan menjadi dicatat saat ini.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com