Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan Suhanda
Editor dan Penulis

Editor dan Penulis

Annus Horribilis, Tahun yang Mengerikan...

Kompas.com - 28/12/2020, 16:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tahun 2020 segera berlalu beberapa hari lagi. Ada yang mengatakan, tahun 2020 adalah tahun yang hilang, tahun ketidakpastian, bahkan lebih seru lagi disebut sebagai tahun yang mengerikan (annus horribilis).

Tetapi, ada juga yang bergurau, tahun 2020 adalah tahun OTG alias Orang Tanpa Gaji. Disebut demikian, saking banyaknya yang kena PHK.

Menurut data statistik Bappenas, gelombang yang dirumahkan dan PHK sebanyak 3,7 juta orang.

Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menyebut 6 juta orang, sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan menyebut 1,7 juta orang. Pastinya, akibat pandemi Covid-19 berimbas hilangnya mata pencaharian sekian orang.

Namun demikian, dampak paling menonjol adalah efek psikologis yang menyangkut pekerjaan, bisnis, ekonomi rumah tangga, kesehatan, pendidikan, dan interaksi sosial.

Gangguan psikologis tersebut bercirikan timbulnya kecemasan (anxiety) yang meliputi rasa khawatir, gelisah, bingung (disorientasi), bahkan dibarengi rasa takut (fear) terhadap penularan virus Corona ini.

Rasa takut yang timbul ini memang masuk akal karena wabah sudah merajalela di depan mata serta menghantui di berbagai tempat. Apalagi baru-baru ini tersiar berita adanya temuan varian baru virus Corona yang sudah menjangkiti negara-negara lain saat ini, yaitu Irlandia Utara, Israel, Singapura, Denmark, Belanda, Australia, Italia, Gibraltar, Prancis, Afrika Selatan. Ini berarti tahun 2021 masih terancam virus varian baru ini.

Pandemi tahun 2020 ini telah menciptakan perubahan yang semula hidup normal menjadi tidak normal. Hampir semua orang dilanda rasa takut.

Rhenald Kasali mengatakan, perubahan selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan-kepanikan (Rhenald Kasali, 2005:xxxv).

Sedangkan perubahan itu sendiri menurut filsuf Herakleitos adalah hal yang abadi, panta rhei kai uden menei, semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal tetap, yang tetap atau abadi adalah perubahan itu sendiri.

Perubahan yang diakibatkan faktor alam ini, telah membuat manusia tunggang-langgang. Lari terbirit-birit. Panik, takut, cemas, stres, bingung, bengong, emosi teraduk-aduk tidak menentu.

Memang rasa takut pada manusia sangat alamiah karena rasa takut termasuk wilayah emosi dasar yang dimiliki manusia, selain marah, cinta, dan depresi (Alex Sobur, 2016:354).

Manusia pada dasarnya memang harus belajar dari rasa takut, tujuannya agar mampu mengalahkan rasa takut di dalam dirinya. Kalau sebaliknya rasa takut menguasai dirinya, maka ia akan kalah dan jatuh pada jurang keputusasaan dan depresi berat.

Tetapi, pada kenyataannya, ada orang yang takut secara berlebihan (baca: bawaan), hal ini dinamakan mysophobia, jenis fobia yang takut pada kuman, bakteri, virus, termasuk virus Corona pastinya.

Bukan hanya takut secara langsung, membayangkan atau mengingat pun sudah ketakutan. Berkali-kali ia akan membersihkan diri dan berkali-kali mencuci tangan. Bahkan, parahnya ia takut bertemu orang yang diduganya membawa virus.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com