KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 123 permohonan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
Diberitakan Kompas.com, Selasa (22/12/2020), hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari berdasarkan hasil pemantauan di laman resmi MK hingga 22 Desember 2020 pukul 01.01 WIB.
"Update per hari ini jam 01.01 WIB, 123 permohonan," kata Hasyim.
Ia merinci 123 permohonan sengketa itu terdiri dari 109 permohonan sengketa hasil pemilihan bupati, 13 sengketa hasil pemilihan wali kota, dan satu sengketa hasil pemilihan gubernur.
Lalu, bagaimana prosedur dan proses sengketa Pilkada di MK?
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, tidak semua gugatan terkait sengketa Pilkada bisa dibawa ke MK.
Institusi itu hanya menerima gugatan yang berkaitan dengan perselisihan suara hasil Pilkada.
Di luar gugatan terkait perselisihan suara, misalnya gugatan kecurangan bisa diajukan ke Bawaslu, DKPP, atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Baca juga: MK Terima 87 Permohonan Sengketa Hasil Pilkada 2020
Menurut Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020, sejumlah tahapan dalam sengketa Pilkada yang diajukan ke MK. Tahapan pengajuan permohonan sengketa ke MK adalah sebagai berikut:
1. Pemohon mengajukan permohonan ke MK. Pengajuan bisa dilakukan melalui dua cara, yakni luring dan daring.
2. Permohonan diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pilkada.
3. Pengajuan permohonan terdiri atas:
4. Permohonan, baik secara luring maupun daring, hanya dapat diajukan satu kali selama tenggang waktu pengajuan permohonan.
5. Kepaniteraan mencatat permohonan yang diajukan ke MK dalam e-BP3 yang selanjutnya diterbitkan AP3.
Baca juga: Denny Indrayana Daftarkan Sengketa Gugatan Pilkada Kalsel ke MK Besok
Tahapan selanjutnya adalah penyelesaian sengketa. Ini merupakan tahapan usai permohonan sengketa yang diajukan memenuhi syarat.