KOMPAS.com - Lautan es di Kutub Utara berada pada rekor terendah untuk Oktober 2020 karena kondisi air laut yang menghangat dan menghambat pemulihan es.
Kondisi itu diungkap oleh para peneliti Denmark pada Rabu (28/10/2020).
Menipisnya lautan es merupakan peringatan akan pemanasan global parah yang melanda Arktik.
Sejak 1990-an, pemanasan di Kutub Utara berlangsung dua kali lebih cepat dibandingkan belahan Bumi lainnya.
Fenomena yang disebut 'amplifikasi Arktik' itu menyebabkan udara, es, dan air berinteraksi secara kuat.
"Tingkat es di laut Arktik Oktober akan menjadi yang terendah dalam catatan, sedangkan tingkat pertumbuhan es laut lebih lambat dari biasanya," kata ilmuwan di Institut Meteorologi Denmark (DMII) Rasmus Tonboe, dikutip dari AFP, Rabu (28/10/2020).
Menurut data satelit yang digunakan institut tersebut, luas permukaan es laut berada pada 6,5 juta klimeter persegi pada 27 Oktober 2020.
Baca juga: Misi Penelitian Terbesar di Kutub Utara Berakhir, Ini Temuan Ilmuwan
Setiap tahunnya, sebagian es yang terbentuk di perairan Arktik mencair di musim panas.
Pada titik terendah biasanya berada pada angka sekitar 5 juta kilometer persegi, tetapi kemudian terbentuk kembali menjadi 15 juta kilometer persegi pada musim dingin.
Suhu yang lebih hangat saat ini mengurangi tingkat musim panas dan musim dingin dari es.
Data satelit telah dikumpulkan untuk memantau es dengan tepat sejak 1979 yang kecenderungan penurunannya terlihat jelas.
Untuk bulan Oktober, pengukuran menunjukkan tren penurunan es 8,2 persen selama 10 tahun terakhir.
Pada September 2020, para peneliti mencatat tingkat terendah kedua dari es laut yang tercatat di Kutub Utara, meski tak sampai pada tingkit terendah, seperti pada 2012.
Akan tetapi, air laut yang lebih hangat dari biasanya memperlambat pembentukan es baru di bulan Oktober.
Sementara itu, suhu air di bagian timur Kutub Utara, dua hingga empat derajat lebih hangat dari biasanya dan satu hingga dua derajat lebih hangat di Teluk Baffin.