KOMPAS.com - Sebuah studi menyebutkan bahwa vaksin dari AstraZeneca dinilai dapat memicu kekebalan yang kuat dari virus corona penyebab Covid-19.
Vaksin yang dikembangankan perusahaan farmasi AstraZeneca bersama peneliti Universitas Oxford disebut-sebut mengikuti instruksi genetik yang diprogram ke dalamnya oleh pihak pengembang.
Dilansir dari Reuters, (23/10/2020), menurut analisis para ilmuwan independen di Inggris, hasil pengujian sementara ini bisa menjadi kabar yang positif.
"Vaksin ini melakukan semua yang kami harapkan dan itu kabar baik dalam perjuangan kami melawan penyakit," ujar ahli virologi dari Universitas Bristol sekaligus pemimpin penelitian, David Matthews.
Diketahui, AstraZeneca dipandang sebagai pelopor dalam perlombaan untuk memproduksi vaksin guna melindungi tubuh dari infeksi Covid-19.
Data pertama dari uji klinis skala besar tahap akhir yang dilakukan di beberapa negara di dunia, termasuk Brasil, Amerika Serikat, dan Inggris, diharapkan akan dirilis sebelum akhir tahun.
Baca juga: Sempat Dihentikan, Uji Coba Vaksin Corona AstraZeneca Akan Dilanjutkan
Diketahui, vaksin bernama ChAdOx1 atau dikenal sebagai AZD1222 dibuat dengan mengambil virus flu biasa yang disebut adenovirus dari simpanse dan menghapus sekitar 20 persen instruksi virus.
Sehingga vaksin tidak mungkin mereplikasi atau menyebabkan penyakit pada manusia.
Namun, para peneliti Universitas Bristol berfokus pada tindakan untuk menilai seberapa sering dan seberapa akurat vaksin tersebut menyalin dan menggunakan instruksi genetik yang diprogram oleh perancangnya.
Instruksi ini merinci bagaimana cara membuat protein lonjakan dari virus corona jenis baru atau SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19.
Adapun instruksi tersebut yakni, ketika protein lonjakan sudah dibuat, sistem kekebalan bereaksi terhadapnya, kemudian melatih sistem kekebalan untuk mengidentifikasi infeksi Covid-19 yang sebenarnya.
"Ini adalah studi penting karena kami dapat mengkonfirmasi bahwa instruksi genetik yang mendasari vaksin ini. Tindakan ini dilakukan dengan benar ketika mereka (virus) masuk ke dalam sel manusia," ujar Matthews dalam sebuah pernyataan tentang penelitian tersebut.
Disebutkan bahwa penelitian timnya belum ditinjau oleh ilmuwan lain, tetapi dipublikasikan sebagai pracetak sebelum ditinjau.
Dikutip dari Skynews (22/10/2020), Sarah Gilbert, profesor vaksinologi di Universitas Oxford dan memimpin uji coba vaksin Oxford, menambahkan, hasil saat ini adalah contoh yang bagus dari kolaborasi lintas disiplin.
Yaitu menggunakan teknologi baru untuk memeriksa secara tepat apa yang vaksin itu lakukan ketika masuk ke dalam sel manusia. .