Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Masyarakat Indonesia Susah untuk Diminta Tetap di Rumah Saat Pandemi Corona?

Kompas.com - 15/04/2020, 06:04 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lebih dari sebulan wabah virus corona telah menjangkit sejumlah wilayah di Indonesia sejak 2 Maret 2020.

Adapun jumlah kasus terinfeksi virus corona tiap hari pun mengalami kenaikan yang signifikan.

Berangkat dari hal tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menginstruksikan masyarakat untuk mematuhi protokol-protokol pencegahan virus corona, salah satunya dengan karantina mandiri.

Namun, seiring berjalannya waktu, adanya protokol ini menjadi tidak lagi ampuh untuk membuat masyarakat menjadi patuh pada aturan kesehatan.

Bahkan, mereka pun sampai mudik ke kampung halaman, meski pemerintah telah menyuarakan agar tidak mudik demi menghentikan rantai penularan virus.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 14 April: 1,9 Juta Terinfeksi, 443.732 Sembuh, 119.403 Meninggal

Lantas mengapa masyarakat Indonesia susah untuk diminta agar tetep berada di rumah selama pandemi virus corona?

Penjelasan sosiolog

Petugas gabungan dari TNI, Polri, Polisi Pamong Praja DKI Jakarta dan Dsihub melakukan imbauan kepada pengendara motor untuk dapat mematuhi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan cempaka putih raya, Cempaka Putih, Jakarta (11/4/2020). Iimbauan ini dilakukan agar masyarakat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama 14 hari, yang salah satu aturannya adalah pembatasan penumpang kendaraan serta anjuran untuk menggunakan masker jika berkendara.ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI Petugas gabungan dari TNI, Polri, Polisi Pamong Praja DKI Jakarta dan Dsihub melakukan imbauan kepada pengendara motor untuk dapat mematuhi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan cempaka putih raya, Cempaka Putih, Jakarta (11/4/2020). Iimbauan ini dilakukan agar masyarakat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama 14 hari, yang salah satu aturannya adalah pembatasan penumpang kendaraan serta anjuran untuk menggunakan masker jika berkendara.

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Drajat Tri Kartono mengungkapkan, fenomena tersebut terjadi karena kurang eratnya social control yang dilakukan oleh negara.

"Jadi, kalau menurut saya mengapa ada social control dan government control, penyebab pertama karena inisiatif dan kontrol yang paling kuat ini dilakukan oleh negara belum bergandengan erat dengan social control," ujar Drajat saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/4/2020).

Menurutnya, jika government control ini bergerak sendiri, harus diikuti oleh aparatur yang kuat untuk pengendaliannya.

Sebab, jika government control itu hanya berupa nasihat dan nasihat tersebut tidak berurusan dengan kesehatan dan pendidikan, maka penguatannya dinilai kurang.

Tetapi, apabila government control aparatur dan implikasi-implikasi pada perizinan dan administrasi di beberapa tempat diterapkan secara ketat, dan bagi pelanggar akan dikenai sanksi, maka hal itulah yang dinilai efektif bagi social control.

Ia menambahkan, jika telah diterapkan government control dan dilakukan darurat sipil atau darurat militer, maka dipastikan tidak akan ada yang melawan.

Baca juga: Gejala Baru Virus Corona Mulai Muncul, Apa Saja?

Membangun inisiatif warga

Para penumpang tengah berebut naik ke dalam kereta di Stasiun Senen pada 1994 silam. Hal itu dilakukan penumpang agar bisa mudik ke kampung halaman untuk bertemu sanak saudara dan merayakan lebaran bersama keluarga tercinta.KOMPAS/EDDY HASBY Para penumpang tengah berebut naik ke dalam kereta di Stasiun Senen pada 1994 silam. Hal itu dilakukan penumpang agar bisa mudik ke kampung halaman untuk bertemu sanak saudara dan merayakan lebaran bersama keluarga tercinta.

Selain itu, Drajat menyampaikan bahwa hal terpenting yang sejak awal harus dibangun yakni inisiatif dan pergerakan dari pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com