DI KOTA Athena terjadi reformasi yang dikenang sepanjang masa dalam bidang hukum, moral, dan ekonomi di bawah kepemimpinan Solon (630-560 SM).
Solon mengubah jalannya masyarakat Athena yang dikuasai oleh sebagian kecil warga saja (olirgaki), yaitu para elite aristokrat.
Orang yang sudah beranak pinak menguasai kota itu dan mewariskannya pada generasi berikutnya tanpa ada cek dan evaluasi. Solon mengubah partisipasi warga secara aktif untuk bertanggungjawab bersama dan mengawasi yang diberi mandat kuasa.
Kekuasaan yang ada di tangan satu atau sedikit orang akhirnya dijadikan tanggungjawab bersama dan peran warga dimaksimalkan dalam dewan musyawarah besar yang disebut "ekklesia". Musyawarah warga yang memberikan pendapatnya untuk keputusan-keputusan kota Athena.
Pada akhirnya Athena menjadi contoh praktik demokrasi langsung, di mana warga secara terbuka memutuskan dalam diskusi massal.
Ini berbeda dengan demokrasi perwakilan selanjutnya, 2000 tahun kemudian yang dipraktikkan Amerika Serikat, yang akhirnya menjadi inspirasi negara-negara di dunia.
Di mana-mana di dunia 2500 tahun yang lalu belum ada sistem pembagian kekuasaan dan proses cek keseimbangan kekuasaan.
Kekuasaan bertumpu pada satu orang, seperti raja dan keluarganya, atau pada sedikit orang seperti Athena, Sparta, Megara, dan kota-kota lain.
Di Asia tetangga Yunani zaman itu ada kekuasaan Persia yang berbentuk kerajaan dan dinasti. Di Mesir dan Babilonia jauh sebelumnya juga berbentuk kerajaan dan keluarga para Fir’aun, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Lama dan Al-Qur’an.
Sistem demokrasi memang produk unik masyarakat Athena dan diperbaharui di Amerika dan negara-negara pascaperang dunia dua setelah 2000 tahun dilupakan manusia.
Para pemimpin Indonesia menjelang kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan memang sadar betul untuk mempelajari sejarah bangsa-bangsa di dunia.
Sukarno sangat getol dalam banyak tulisannya merujuk, salah satunya, pada transformasi Turki di bawah Mustafa Kamal Ataturk yang membubarkan sistem khalifah untuk menjadi sistem republik.
Muhammad Yamin, Muhammad Hatta, Sutan Syahrir, Agus Salim, sadar betul betapa pentingnya mendirikan negara modern, bukan kembali pada sejarah kuno Indonesia era kerajaan.
Negara yang didirikan berbentuk republik dan menganut sistem demokrasi, bukan seperti dinasti kerajaan Mataram, Kutai, Singasari, Majapahit, Demak, Tidore, Ternate, Aceh, Malaka, Pontianak dan kerajaan-kerajaan sebelum penjajahan Eropa di Nusantara.
Para pemimpin dan pendiri bangsa belajar tentang demokrasi Amerika, sejarah Eropa, filsafat Jerman, sejarah pencerahan dan sekaligus tetap menggali nilai-nilai sendiri.