KOMPAS.com - Ilmu yang mempelajari tentang manusia berupa fosil dan benda-benda dalam kehidupan manusia disebut paleoantropologi.
Paleoantropologi berasal dari Bahasa Yunani, palaeos, yang artinya tua, kuno, dan anthropos, yang berarti manusia.
Indonesia dikenal sebagai salah satu wilayah yang kaya akan fosil manusia, mulai dari Homo erectus hingga Homo Sapiens.
Dengan kata lain, Indonesia berperan penting dalam perkembangan ilmu paleoantropologi.
Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Fosil sebagai Sumber Sejarah
Cabang ilmu paleoantropologi diperkirakan muncul sekitar akhir abad ke-19, saat terjadi penemuan penting yang berujung terhadap studi evolusi manusia.
Adapun yang ditemukan adalah manusia Neanderthal di Jerman.
Neanderthal adalah anggota genus Homo yang sudah punah dan diperkirakan berasal dari zaman Pleistosen.
Spesies ini dinamai Neanderthal karena sesuai dengan lokasi tempat pertama kali ditemukan, yaitu di Jerman, Neandertal atau Lembah Neander.
Penemuan Neanderthal menjadi awal penelitian penting paleoantropologi.
Salah satu tokoh pertama yang memulai ilmu paleoantropologi adalah Charles Robert Darwin.
Karya penting milik Charles Robert Darwin yang membahas tentang ilmu paleoantropologi bertajuk The Descent of Man.
Di Indonesia, salah satu tempat penting yang banyak ditemukan fosil terkait sejarah evolusi manusia ada di daerah Mojokerto.
Di Mojokerto ini, tepatnya di Perning, telah ditemukan Homo Mojokertensis, yaitu Homo Erectus tertua dengan usia 1,49 juta tahun.
Baca juga: Apa Nama Fosil Manusia Modern Tertua di Eropa?
Paleoantropologi berbeda dengan paleontologi.
Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fosil-fosil binatang dan tumbuh-tumbuhan, sedangkan paleoantropologi mempelajari tentang fosil manusia.
Objek kajian paleoantropologi adalah mempelajari fosil manusia purba.
Ilmu ini berusaha mengkaji, merekonstruksi asal-usul manusia, evolusi, persebarannya, lingkungannya, cara hidup, dan budayanya.
Oleh sebab itu, paleoantropologi dapat menjadi ilmu bantu sejarah. Sebab, ilmu ini dapat membantu sejarah dalam merekonstruksi kehidupan manusia purba secara lebih kompleks.
Referensi: