KOMPAS.com - Hindu dan Buddha merupakan agama yang sangat tua dan memiliki budaya yang cukup tinggi.
Dua agama ini memiliki berbagai macam ritual keagamaan yang sangat sakral, salah satunya adalah upacara Abhiseka.
Abhiseka adalah sebuah ritual keagamaan atau metode pemujaan dengan mempersembahkan sesajen berupa air yang disiramkan ke arca dewa atau ke lingga dan yoni.
Istilah Abhiseka berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti memandikan atau menyucikan suatu hal yang bersifat kedewaan yang dipuja.
Selain itu, upacara penobatan raja dengan cara Hindu juga disebut Abhiseka.
Baca juga: Ritual Ujungan, Tarian Pemanggil Hujan
Upacara Abhiseka lazim dilakukan dalam agama Dharma dari India, seperti Hindu, Buddha, dan Jainisme.
Dalam agama Hindu, Abhi?eka dilakukan oleh pendeta dengan memandikan patung dewa yang disembah, yang disertai pembacaan mantra.
Biasanya, persembahan seperti susu, madu, minyak wijen, air mawar, dan pasta cendana dapat dituangkan di antara persembahan lainnya, tergantung pada jenis upacara yang dilakukan.
Ritual ini rutin dilakukan di pura-pura Hindu. Sedangkan dalam agama Buddha, upacara Abhiseka dapat berbeda sesuai dengan alirannya.
Baca juga: Empat Fase Perkembangan Agama Hindu di India
Upacara Abhiseka merupakan upacara keagamaan dari India yang kemudian berkembang di wilayah Nusantara bersamaan dengan berkembangnya agama Hindu-Buddha.
Di Nusantara, upacara Abhiseka digunakan sebagai ritual keagamaan, seperti pembangunan candi, peresmian maupun peringatan pembangunan candi.
Upacara Abhiseka pernah dilakukan oleh Rakai Pikatan sebagai penyucian Candi Prambanan pada 865.
Selain itu, upacara Abhiseka juga dilakukan sebagai ritual beribadah sehari-hari bagi umat Hindu maupun Buddha dan untuk upacara penobatan raja.
Baca juga: Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno yang Membangun Candi Prambanan
Penobatan raja dilakukan dengan memercikkan air suci ke atas kepala raja yang dilantik. Dengan begitu, seorang raja resmi naik takhta dan diberikan nama baru atau gelar.
Gelar resmi raja tersebut diberikan guna menggambarkan keagungan dan kebesaran raja.
Salah satu contohnya adalah Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit yang diresmikan sebagai raja melalui upacara Abhiseka.
Raden Wijaya juga diberikan gelar, yaitu Kertarajasa Jayawardhana pada 1293.
Referensi: